POJOKPUBLIK.ID JAKARTA – Menteri Sosial (Mensos) Risma mengungkap sebanyak 28.965 Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif tercatat sebagai penerima bantuan sosial.
Bantuan sosial seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH) diterima oleh ASN yang tersebar di berbagai instansi dan lembaga yang tersebar di seluruh kota/kabupaten di Indonesia.
Atas temuan itu, Mensos Risma menegaskan akan menghentikan bansos bagi hampir 29 ribu ASN tersebut.
Menanggapi kabar tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf mengapresiasi kerja keras Mensos dalam mengungkap fakta terkait. Dirinya mendukung langkah tegas Mensos untuk segera mencabut bantuan sosial bagi penerima yang tidak berhak.
“Jika benar demikian, maka saya mendukung tindakan tegas Mensos, yakni mencabut langsung dari daftar penerima manfaat. Bahkan jika perlu, para oknum ASN ini wajib mengembalikan bansos yang bukan haknya dengan menggantinya sesuai dengan jumlah nominal manfaat yang selama ini telah mereka terima!” tegas Bukhori di Jakarta, Kamis (18/11/21).
Di sisi lain, anggota Komisi Sosial ini mengaku geram karena masih ada oknum aparatur negara yang mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Padahal, menurutnya, selama pandemi mereka tetap menerima gaji dari negara, di saat sebagian besar warga bahkan kesulitan untuk sekadar makan.
Sebab itu, dirinya berharap program revolusi mental yang pernah dicanangkan oleh pemerintah tidak hanya menjadi kebijakan jargon belaka.
“Yang lebih parah dari persoalan kemiskinan adalah memberantas mental miskin. Mental miskin ini adalah wujud keserakahan, selalu merasa kurang kendati sudah diberi kecukupan,” sambungnya.
Penyakit mental ini, demikian Bukhori menambahkan, juga bisa menjalar ke siapapun, termasuk aparatur negara. Sehingga dampak dari penyakit ini tidak hanya merugikan individu, melainkan negara juga turut menanggung beban kerugian yang ditimbulkan.
“Pada akhirnya, program revolusi mental yang telah diundangkan oleh pemerintah melalui Inpres No. 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental, patut dipertanyakan efektivitasnya selama ini,” imbuh legislator PKS ini.
Lebih lanjut, politisi dapil Jawa Tengah 1 ini mendesak Kementerian Sosial (Kemensos) untuk kembali melakukan evaluasi terhadap daftar penerima manfaat BPNT dan PKH.
Dirinya mengimbau agar Kemensos melakukan seleksi yang lebih ketat atas usulan bansos dari pemerintah daerah demi mencegah terjadinya peristiwa serupa berulang.
Untuk diketahui, pemutakhiran/verifikasi dan validasi DTKS sesuai dengan amanat UU Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dan Peraturan Menteri Sosial Nomor 28 Tahun 2017 tentang Pedoman Umum Verifikasi dan Validasi DT-PFM dan OTM menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Alurnya, hasil musyawarah desa/kelurahan menyerahkan daftar warga pemerlu kepada Dinas Sosial. Selanjutnya Dinas Sosial akan melakukan verifikasi dan validasi (verivali) dengan kunjungan rumah tangga.
Data yang telah diverivali kemudian dilaporkan kepada bupati/walikota untuk disahkan oleh Gubernur dan diteruskan kepada Menteri Sosial.
Anggota Baleg ini menambahkan, pihaknyanmendukung upaya “bersih-bersih” Mensos dalam membenahi DTKS.
Menurutnya hal itu penting dilakukan demi memastikan tidak ada lagi bantuan sosial dari pemerintah yang salah sasaran pada penyaluran selanjutnya.
“Saya berharap persoalan exclusion error dan inclusion error dalam waktu cepat bisa teratasi sehingga tidak ada lagi hak orang miskin yang mesti terkorbankan. Kemensos juga perlu memperkuat koordinasi dan konsultasinya bersama Komisi VIII DPR agar dalam menjalankan fungsinya lebih terarah dan berdampak langsung pada masyarakat,” pungkasnya.