Daerah

Maki Lapor Menteri LHK dan Kejagung Soal Nambang Nikel di Hutan Tanpa IPPKH

×

Maki Lapor Menteri LHK dan Kejagung Soal Nambang Nikel di Hutan Tanpa IPPKH

Sebarkan artikel ini
Maki Lapor Menteri LHK dan Kejagung Soal Nambang Nikel di Hutan Tanpa IPPKH
Keterangan foto : Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan PT. PKS, perusahaan tambang nikel di Kab. Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, Selasa (26/9/2023)

Pojokpublik.id Jakarta – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan PT. PKS, perusahaan tambang nikel di Kab. Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Dugaan tindak pidana kehutanan yang memakai IUP OP yang diduga palsu dalam penambangan nikel illegal sejak tahun 2020 sebanyak 5.500.000 metric ton dan/atau Penjualan Dokumen RKAB dan/atau TPPU, yang merugikan negara sedikitnya Rp. 3,7 Triliun.

”Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan melebihi nilai korupsi penambangan nikel illegal PT. Antam di Blok Mandiodo oleh Windu Aji Sutanto dan kawan-kawan. Karena pelaku memiliki 10 Iup OP perusahaan tambang nikel, tanpa melalui lelang. Melainkan lewat putusan PTUN, mencapolk tambang milik orang kain, termasuk diduga memalsukan IUP. Antara lain PT. MB, PT. TMS, PT. BMC, PT. TMC, PT. IBM, PT. ALK, PT. MPIP, PT. TB, PT. KAA. “Ironisnya seluruh Iup “tikus” ini termasuk yang diduga palsu tersebut, teregristasi di Modi Ditjen ESDM, dan mendapatkan RKAB, “ ujar Boyamin Saiman, SH, Koordinator MAKI kepada wartawan di Jakarta (21/9) usai menyampaikan laporan ke Menteri LHK dan Kejagung.

Sejak tahun 2020 hingga kini, PT. PKS melakukan penambangan nikel di Kawasan Hutan Produksi tanpa memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Hal ini terkonfirmasi berdasarkan surat yang ditandatangani Ir. Roosi Tjandrakirana, MSE, Direktur Planologi Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Ruang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, tertanggal 29 Agustus 2023, yang ditujukan kepada Direktur Utama PT. PKS yang pada pokoknya menolak Permohonan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan.

Menurut Boyamin Saiman, selain melakukan dugaan pidana kehutanan, pemilik PT. PKS, AT dan JY diketahui menjual dokumen RKAB tahun 2022 sebanyak 385.692.183 metric ton atau 47 tongkang untuk kepentingan pemasaran nikel PT. D Group senilai Rp. 270 milyar. Hal ini terbukti dari Jetty/Pelabuhan yang digunakan yakni Jetty/Pelabuhan D Group yang jaraknya sejauh 60 km dari konsesi PT. PKS yang tidak memiliki akses jalan hauling. Berdasarkan data penjualan di Ditjen Minerba, dengan memakai Iup OP PT. MB, AT menjual dokumen RKAB Tahun 2022 untuk kepentingan pemasaran nikel PT. T dan CV UB sebanyak 349.130.58 metric ton atau 43 tongkang senilai Rp. 248 milyar.

“Perbuatan ini melanggar Peraturan Menteri ESDM RI No. 07 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 66 huruf b. Pemegang IUP dilarang menjual hasil penambangan yang bukan dari hasil penambangan sendiri” ujar Boyamin.

Secara terang dan kasat mata PT. PKS dan PT. MB melakukan penambangan nikel Illegal dengan merambah kawasan hutan, yang merugikan negara triliunan rupiah.

“Kondisi ini telah diperparah dengan sikap Ditjen Minerba yang malahan mendorong terjadinya kerugian negara, dengan memberikan persetujuan RKAB” ujarnya lagi.

Berdasarkan temuan MAKI ini, AT, JY dan kawan-kawan dikualifisir telah melanggar Pasal 78 ayat (2) Jo Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang RI Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dalam paragraph 4 Pasal 36 Angka 19 pasal 78 ayat (2) dan ayat (11) Jo. Pasal 36 Angka 17 Pasal 50 Ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja Jo. Paragraf 4 Pasal 36 Angka 19 pasal 78 ayat (3) dan ayat (11) Jo. Pasal 36 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang jo UU Korupsi jo TPPU, yang merugikan negara sedikitnya Rp. 3,7 Triliun rupiah.

MEMAKAI IUP OP YANG DIDUGA PASLU
Iup OP dengan Kode Wilayah: KW 07. STP 082, yang terletak di Desa Waturambaha, Kec. Lasolo Kepulauan, Kab. Konawe Utara, Prov. Sulawesi Tenggara, seluas 218 hektar, yang berlaku hingga tahun 2031 sejatinya milik PT. Sultra Jembatan Mas, berdasarkan Keputusan Bupati Konawe Utara, Drs. H. Aswad Sulaiman. P, M.SI, Nomor: 291/Tahun 2011 tanggal 27 Juli 2011. Pada tanggal 12 Oktober 2011, melalui surat No: 108/SJM/X/2011, Michael Eduard Rumendong selaku Direktur PT. Sultra Jembatan Mas yang diduga palsu, menyampaikan Permohonan kepada Bupati Konawe, Drs. H. Aswad Sulaiman yang pada pokoknya

“Mengajukan Perubahan Nama Perusahaan, Direksi dan Komisaris PT. Sultra Jembatan Mas menjadi PT. PKS. Padahal PT. PKS sendiri baru didirikan pada tahun 2017, berdasarkan Akte Nomor 86 yang diterbitkan Notaris Rayan Riadi, SH, M.Kn di Kota Kendari tertanggal 26 Nopember 2017, dan mendapat Pengesahan dari Dirjen AHU tanggal 23 Januari 2018, sesuai Nomor SK: AHU-0003074.AH.01.01. Tahun 2018.
Pada tanggal 18 Oktober 2011, melalui surat yang diduga palsu, yakni Nomor : 540/484/2011, Bupati Konawe Utara, Drs. H. Aswad Sulaiman diduga menyalahgunakan wewenang dengan menyetujui perubahan nama perusahaan yang semula PT. Sultra Jembatan Mas menjadi PT. PKS, dengan susunan Direksi yang semula Direktur Utamanya Michael Eduard Rumendong menjadi AT.

Berdasarkan surat-surat yang diduga palsu tersebut, AT selaku Direktur Utama PT. PKS, mengurus penerbitan Pertimbangan Teknis oleh Dinas Pertambangan Provinsi Sulawesi Tenggara yang selanjutnya dipakai sebagai syarat administrative perubahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT. Sultra Jembatan Mas kepada PT. PKS oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara.

Mantan Bupati Konawe Utara, Drs. H. Aswad Sulaiman sendiri sudah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka, dengan dipersangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
Peralihan Iup OP dari atas nama PT. Sultra Jembatan Mas menjadi PT. PKS, selalin diduga palsu, melanggar UU No. 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 93: “Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain”. Selain melanggar Permen ESDM RI No. 42 Tahun 2017 Pasal 23 jo Permen No. 48 Tahun 2017 Pasal 14 s/d 16 jo Kepmen ESDM No. 1798K/30/MEM/2018 jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 93A jo Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 Pasal 13 jo Kepmen ESDM RI No. 78.K/NB.01/MEM.B/2022.