DPRD Lebak, Outsourcing di RSUD Malingping Peras Keringat Buruh
POJOKPUBLIK.ID LEBAK – Anggota DPRD Kabupaten Lebak Musa Weliansyah meminta perusahaan outsourcing cleaning service di RSUD Malingping yaitu PT Azaretha Hana Megatrading (AHM), agar segera membayar gaji pokok, dan denda atas keterlambatan pembayaran. Selain itu perusahaan tersebut juga harus memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada karyawan-nya.
“Perusahaan outsourcing cleaning service di RSUD Malingping harus segera membayar gajih pokok, dan denda serta wajib memberikan THR kepada 37 pekerja cleaning service yang merupakan tanggungjawab perusahaan sebagai mana kita ketahui,” kata Musa dalam pesan WhatsApp kepada POJOKPUBLIK.ID, Sabtu (1/5/2021).
Musa mengatakan, jika perusahaan telat membayar gaji karyawan, berdasarkan Pasal 93 Ayat 2 UU Ketenagakerjaan, mengharuskan perusahaan untuk membayar denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah karyawan. Setelah membayar denda, perusahaan tetap harus melaksanakan kewajibannya untuk membayar upah kepada karyawan mereka.
“Jumlah denda yang harus dibayarkan perusahaan telah diatur dalam Pasal 55 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan,” ujarnya.
Ketua Fraksi PPP DPRD Lebak ini menegaskan, apapun alasannya pihak perusahan lah yang harus bertanggungjawab penuh mebayar kewajiban terhadap karyawan. Persoalan PT AHM dengan RSUD Malingping, tidak sepantasnya dikaitkan dengan user yang dalam hali ini RSUD Malingping.
“Jadi saya tegaskan tindakan imbauan merumahkan karyawan cleaning service itu bentuk tidak profesional pihak perusahaan outsourcing. Karena berimbas pada pelayanan nantinya,” terangnya.
“Terlebih imbauan perusahaan tersebut tidak ada karyawan yang mengindahkan karena sampai hari ini mereka tetap bekerja dengan baik. Mereka tetap melaksanakan kewajiban-nya selaku petugas kebersihan di RSUD Malingping,” imbuh Musa.
Politisi partai berlambang ka’bah ini menuturkan, terkait tanggapan perusahaan yang menganggap dirinya tidak melakukan klarifikasi. Ia menilai tidak mesti dilakukan, karena persoalan pembayaran gajih itu fakta. Kata Musa, persoalan ini menurutnya harus segera diatasi oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
“Desakan saya terhadap pihak RSUD, dan Dinkes untuk melakukan pemutusan kontrak sepihak. Karena akibat adanya surat dari perusahaan outsourcing yang memerintahkan merumahkan karyawan, akibat ada keterlambatan bayar dari pihak user yaitu RSUD Malingping,” tuturnya.
Lebih lanjut kata Musa, terkait kesepakatan yang dituangkan di dalam kontrak kerja pihak RSUD Malingping akan membayar setiap bulan, ini harus dikaji ulang. Kemudian inspektorat harus segera melakukan pemeriksaan, jangan sampai ada oknum pegawai RSUD atau Dinkes Provinsi Banten yang ikut bermain dalam perusahaan outsourcing tersebut.
“Karena seyogyanya perusahaan outsourcing tenaga kerja sudah lumrah untuk mengcover pembayaran upah kerja karyawan selama tiga bulan. Ko ini di dalam sebuah perjanjian dituangkang setiap bulan, enak dong pihak outsourcing,” ungkapnya.
Musa meminta, dalam hal ini pihak RSUD juga harus transparan terkait berapa nilai kontrak upah kerja cleaning service tersebut, jangan sampai seolah-olah perusahaan outsourcing dibayar tiap bulan tanpa mengeluarkan modal. Sementara mengambil keuntungan dari jasa pekerja kebersihan.
“Jika benar apa yang disampikan direktur perusahaan outsourcing tersebut, bahwa pihak RSUD membayar tiap bulan. Lantas kenapa harus outsourcing, lebih baik RSUD merekrut dan menggajih langsung kepada karyawan. Ini pasti jauh lebih efektif, sebab upah langsung diterima pekerja,” katanya.
Musa membeberkan, gaji cleaning service tahun 2021 di RSUD Malingping mengalami penurunan dengan tahun sebelumnya. Kata dia, pada tahun ini mereka hanya menerima gaji Rp 2,2 juta per-bulan, padahal tahun 2020 mereka menerima gaji sebesar Rp 2,7 juta per-bulan dari perusahaan outsourcing PT. Pamulindo Buana Abadi.
“Ini artinya ada penurunan Rp 500.000 per-bulan. Apakah gajih ini sudah sesuai dengan anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah melalui outsourcing,” ujarnya.
“Saya menyayangkan dengan murahnya gaji cleaning service tersebut. Perlu alasan yang tepat, kenapa mengalami penurunan, padahal tahun sebelumnya Rp 2,7 juta per-bulan, namun kini menjadi Rp 2,2 juta. Jika nilai kontrak 2020 tidak mengalami penurunan, kenapa tahun 2021 gajih turun hingga Rp. 500.000. Apa yang membedakan antara PT. PBA dan PT. AHM,” paparnya.
Musa menegaskan, apa yang dirinya sampaikan, dalam hal ini bukan mendiskreditkan perusahan outsourcing. Namun ini sebuah bentuk kritikan yg positif atas tindakan PT AHM. Padahal sudah jelas, perusahaan outsourcing mengalami keterlambatan di dalam menggaji karyawannya.
“Bukannya bayar gajih ko malah nyuruh libur kerja,” katanya.
Kata Musa, persoalan ini akan segera disampikan ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten, agar dinas terkait segera turun tangan.