Harapan Nelayan Pandeglang ke Pangdam III Siliwangi

POJOKPUBLIK.ID PANDEGLANG – Suasana mendung dan sunyi seperti tak bersahabat dengan butiran embun sore itu, Sabtu 7 April 2021. Gumpalan-gumpalanya terlihat menutupi matahari yang telah menguap butir-butirnya.
Terlihat di beberapa pinggir Pantai Carita yang ada di Kabupaten Pandeglang, Banten, bebatuan tersusun rapih dengan menghalangi ombak sekitar, mereka tak menyapa seperti sedang bertapa. Suara burung-burung berkicau terdengar merdu ditelinga, sedangkan di bibir Pantai lain, sesekali pasir putih dibasahi oleh kerasnya ombak yang menepi.
Suasana sore itu, terasa dingin terjadi seperti menyentuh tubuh yang telah menjalar ke seluruh permukaan kulit dengan menyelimuti badan. Selain itu, desiran ombak berdayuh menggelegar yang begitu menenangkan pikiran, terkadang sesekali terhenti, beberapa perahu nelayan terlihat melintas dan terparkir berjejer di dermaga.
Puluhan Nelayan yang ada di Desa Sukajadi, Kecamatan Carita, Pandeglang terlihat sedang menyusun perahu-perahu yang tersandar di pinggir dermaga. Kabarnya dermaga itu merupakan tempat launcing Kapal Babinsa Merah Putih yang dibuat oleh TNi dari Kodim 0601 Pandeglang. pada Jum’at 6 Nomember 2020.
Bahkan saat launcing Kapal Babinsa tersebut, Pangdam III Siliwangi Mayor Jendral (Mayjen) TNI Nugroho Budi Wiryanto turut hadir dan meletakan semen pertamanya di Carita Pandeglang.
Abdul Ajis (60) tahun warga Sukajadi, Kecamatan Carita, dia sedang duduk santai menghisap sebatang rokok kretek yang tersalip di sela telunjuk dan jari tangannya. Bibir Ajis menggempulkan asap putih tipis. Mata Ajis menatap tajam ke arah laut biru, dia sedang membayangkan dua (2) tahun yang lalu.
“Dulu saya masih punya kapal, setiap cuaca bagus selalu ke laut mencari ikan, tapi sekarang saya dan para nelayan di sini, bekerja ke bos yang memiliki modal untuk membuat Kapal.”ucap Ajis.
Kepada POJOKPUBLIK.ID, Sabtu 6 Novemver, Ajis menceritakan soal derita para nelayan yang ada di Cerita saat ini. Kata Ajis, peraturan dari bos nelayan atau yang biasa warga lokal sebut sebagai bakulan (Pemilik Modal-red) merupakan sistem kredit informal yang sudah lama mengikat.
Lanjut Ajis menuturkan, Bakulan akan mengikat para nelayan dengan memberikan pinjaman dana untuk pembuatan kapal penangkap ikan. Sehingga kata Ajis, lewat hubungan itu, pemilik modal mempunyai hak ekslusif atas tangkapan yang diperoleh nelayan.
“Nanti para nelayan wajib menjual hasil tangkapanya kepada Bakulan dengan harga yang realtif murah dan ditentukan oleh Bakulan. Mau diapakan lagi Mas, mereka yang memiliki modal, ya mereka yang harus menerima hasilnya lebih besar.”ucap pria yang memakai topi putih di kepala tersebut.
Ajis terdiam dan mencontohkan, setiap akan melaut, para nelayan telah disediakan kebutuhan untuk melaut oleh Bakulan dengan harga diatas rata-rata warung. Para nelayan tak berdaya dan tak punya pilihan lain.
Ajis mejelaskan, Kebanyakan teman-teman nelayannya itu, mengambil dan membayarnya setelah pulang melaut dengan harga yang sudah ditentukan. Menurut Ajis, seandainya tak dia ambil, para nelayan tak melaut dan keluarga di rumahnya bisa kelaparan.
“Ya lumayan, ketika melaut hanya cukup untuk menghidupi keluarga di rumau, nilainya tidak bisa ditentukan tergantung cuacanya kalau lagi baik, ya baik, begitupun sebalinya. Kadang, kita diminta secara khusus menangkap ikan yang biasa Bakulan jual.”tutur Ajis sambil menatap ke arah perahu-perahu yang terparkir di dermaga.
Ajis mengaku, menjadi seorang nelayan yang hanya mengandalkan hasil tangkapan ikan, sebenarnya tak mencukupi untuk biaya kehidupan sehari-hari, terlebih kata Ajis, Kapal yang dia gunakan untuk menangkap ikan milik orang lain. Ajis berharap, dia dan teman-teman nelayannya bisa mempunyai Kapal sendiiri.
“Saya masih bawa punya orang (Bakulan-red), belum punya sendiri, semoga aja dengan launcing Kapal Babinsa Merah Putih kemarin bisa memberikan dampak positif dengan menjual harga Kapal yang murah untuk nelayan. Rata-rata Kapal di sini, bukan milik nelayan tapi Bakulan.”tutur Ajis sambil meneteskan air mata.
Kemudia sorot mata Ajis tertuju ke arah dermaga, lalu telunjuk dia menunjuk ke arah Kapal yang bertuliskan Babinsa, kata Ajis, seandainya Prajurit dari Kodam III Siliwangi bisa memproduksi kembali Kapal Babinsa untuk keperluan para nelayan dengan harga yang murah.
Tentu, menurut Ajis, cerita duka yang selama ini dialami oleh nelayan akan berganti menjadi senyum sumringah. Terlebih kata Ajis, saat keringat sore ini tercucur akan terbayar lunas diantara sunyi-sunyi ombak yang menepi di pinggir Pantai.
“Tadinya, para nelayan di sini tak percaya ada perahu dari semen, tapi setelah melihat dan mencoba langsung, baru kita percaya. Kita berharap perahu ini bisa diproduksi kembali oleh TNI Kodim 0601 Pandeglang dengan jumlah yang lebih banyak dan dijual dengan harga yang murah.”terang Ajis dengan nada menggerutu.
Hal yang sama dikatakan Sahani Abeng (46) tahun, dia adalah kepala Dusun (Kadus) di Desa Sukajadi. Di atas kapal Babinsa itu, Abeng berbagi cerita tentang kehidupan para nelayan yang ada di Carita, terlebih saat ini, dia pun dipercaya menjadi ketua kelompok nelayan di Desanya.
Menurut Abeng, Kapal Babinsa yang diproduksi oleh TNI, mungkin dapat memberikan solusi bagi para nelayan yang ada di Carita. Mulanya, Abeng sendiri, tak menyangka bahwa Kapal yang diproduksi oleh Babinsa dengan Semen tersebut bisa digunakan. Bahkan Abeng membayangkan Kapal Babinsa tersebut ketika berada di laut.
Dalam benak pikiran Abeng terlintas, Kapal terbuat dari campuran Semen mustahil bisa digunakan, terutama untuk keperluan berlayar di laut. Kata Abeng pasti langsung tenggelam. Tapi, setelah, dia melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri, Abeng melongok dan ia pun kaget tak percaya melihat inovasi baru dari prajurit TNI. Dia kemudian, mengakui karya nyata TNI dan memberikan apresiasi kepada Babinsa yang telah membuat inovansi baru terutama di Desanya.
“Katanya Kapal Babinsa itu, pembuatanya tidak membutuhkan biaya besar seperti Kapal dari kayu-kayu atau kapal sejenis lain yang biasa menghabiskan Rp 100 juta lebih. Kalau ini, kata Babinsa dengan modal 35 juta sudah bisa para nelayan sudah bisa memproduksi.”kata Abeng.
Abeng menceritakan dua (2) tahun yang lalu ketika Tsunami menghantam Selat Sunda, termasuk Pantai Carita yang memang terkena dampaknya. Kata Abeng saat ombak naik ke daratan, dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, Kapal Babinsa yang terbuat dari Semen itu tak hancur.
Biasanya, kata Abeng, saat terbalik, seharusnya Kapal tersebut bisa hancur dan tenggelam seperti yang dia pernah saksikan di Yutube atau film tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan juga film Titanic.
“Memang betul, pas waktu Tsunami kemarin, Kapal Babinsa itu tak hancur, cuma bergeser saja. Kabarnya ada bahan pengeras dan sistem pembuatanya yang memang harus teliti. Kemarin liat Pangdam dan Ketua DPRD Banten juga ikut mencoba naik diatas Kapal yang telah dibuat oleh Babinsa.”ucap Pria yang mengenakam peci hitam dikepala itu.
Sementara itu, saat Laucing Kapal Babinsa, Pangdam III Siliwangi Mayjen TNI Nugroho Budi Wiryanto menyebut keberhasilan Babinsa dalam membuat Kapal sebagai modal awal percontohan dalam membantu para nelayan di wilayah binaanya. Budi  meyakini, tjuan utama pembuatan Kapal Babinsa Merah Putih untuk membantu para nelayan dalam meningkatkan kesejateraan laut agar dapat terwujud.
Lanjut, Pangdam, dia sangat optimis dengan adanya sinergi yang baik antara Pemerintah, TNI mapun pelaku usaha, tentu pembuatan Kapal Merah Putih selanjutnya bisa terwujud.
“Saya apresiasi kepada para Babinsa dari jajaran Korem 064 Maulana Yusuf yang telah berhasil menyelesaikan pembuatan satu unit Kapal. Bahan-bahan Kapalyang terbuat dari campuran semen, air, pasir dan rangka besi ddiselesaikan dalam waktu 21 hari.”jelas Mayjen TNI Nugroho Budi.
Sebelumnya, Dewan Pakar Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) yang juga antropolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dedi Adhuri mengakui para nelayan di Indonesia mayoritas tak memiliki modal yang cukup untuk membeli bahan bakar. Kata Dedi, nelayan kecil kerap bergantung ke pihak lain untuk menangkap ikan atau menjadi buruh dengan bekerja ke pemilik kapal besar.
“Memang benar, jadi keuntunganya, hanya terpusat ke pemilik kapal.”ucap Dedi.
Dedi menjelaskan, di pesisir, Kapal-kapal besar biasanya bukan dikuasai nelayan melainkan pengusaha. Menurut Dedi, untuk meningkatkan kesejateraan nelayan dan mengurangi kemiskinan, pemerintah harus mendorong nelayan agar mempunyai keahlian yang lebih luas.
You might also like