Nasional

Yayasan Trisakti Dirampok Negara, Siapa yang Bisa Jamin Keamanan Badan Hukum?

Avatar of Redaksi
×

Yayasan Trisakti Dirampok Negara, Siapa yang Bisa Jamin Keamanan Badan Hukum?

Sebarkan artikel ini
Yayasan Trisakti Dirampok Negara, Siapa yang Bisa Jamin Keamanan Badan Hukum? I PojokPublik

Jakarta  – Perampokan Yayasan Trisakti oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi adalah contoh buruk dunia hukum tanah air. Yayasan yang awalnya berjalan mulus, lancar, dan profesional tiba-tiba berpindah tangan tanpa tahu sebab-sebabnya. Setelah digugat dan menang di pengadilan – pemerintah – pihak yang kalahpun tetap diam. Bernegara model apa ini?

Inilah kesimpulan yang bisa disarikan dari perbincangan besrama Nugraha Bratakusumah, penasihat hukum Yayasan Trisakti, di kawasan Melawai, Jakarta Selaran, Rabu (30/10/2024).

Nugraha menegaskan Yayasan Trisakti dipaksa pindah tangan dari tangan Prof Anak Agung Gde Agung ke tangan Dirjen Dikti Kemendikbudristek pada 23 Agustus 2022 dengan menerbitkan SK Mendikbudristek No, 330/P/2022 yang isinya mengangkat pejabat tinggi negara untuk duduk sebagai pembina Yayasan Trisakti hasil rampokan.

“Yayasan Trisakti adalah yayasan besar, berdiri hampir seusia republik Indonesia. Tiba-tiba diambilalih atau dirampok oleh pejabat tanpa basa basi. Ibarat sebuah bangunan lalu ada sebuah perusahaan yang maju pesat tiba-tiba Akta Perusahaan diganti oleh orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya,” kata Nugraha geram.

Menurut Nugraha informasi seperti ini penting untuk diketahui publik agar masyarakat paham duduk perkaranya sehingga tidak terjadi salah penfsiran.

“Ini penting sekali buat para masyarakat, bayangkan kalau perampokan model begini tidak dilawan, maka kesewenang-wenangan akan terus terjadi. Ini akan menjadi preseden yang sangat buruk perkembangan dunia pendidikan. Pejabat nanti akan dengan mudah merampok perguruan tinggi swasta yang dianggap tajir untuk dikuasai tanpa kulo nuwun. Ini bisa saja menimpa misalnya Binus, Prasetya Mulya, Gunadarma, dan banyak kampus lainnya. Mereka bisa dirmpok dengan cara yang ugal-ugalan. Ini bukan mengada-ada, bukan framing. Saya bicara berdasarkan fakta dan putusan serta proses pengadilan,” papar Nugraha.

Perihal masalah di atas, Nugraha siap berdiskusi dengan siapapun untuk menegakkan kebenaran. “Saya sangat terbuka apabila pihak mereka mengajak diskusi di area publik. Saya siap dan terbuka. Ini negara hukum, maksudnya ada aturan yang masih wajar dilanggar, ada pula yang tidak,” paparnya.

Nugraha mendengar isu-isu di luar yang menyatakan bahwa Universitas Trisakti sesungguhnya kampus yang didirikan pemerintah dan Yayasan Trisakti ingin menguasainya yang mana hal itu jauh dari kebenaran.

“Kalaupun ada narasi yang mengatakan bahwa Universitas Trisakti adalah kampus yang didirikan oleh pemerintah, tinggal duduk bareng, kita bicara, masuklah para pembina ke dalam Yayasan Trisakti yang secara aturan benar. Kan tidak bisa sekonyong-konyong diganti semua,” tegasnya.

Ditegaskan Nugraha bahwa sebelumnya mereka tidak pernah mengatakan apa-apa, tetapi akhir-akhir ini mereka selalu menggembar gemborkan di publik bahwa kita mau ambilalih. “Lah, faktanya memang Prof Anak Agung kan tercatat di Yayasan, di profil Yayasan, dan di semua semua dokumen tercatat dengan baik sejak lama,” tegasnya.

Bagi Nugraha, kasus Yayasan Trisakti telah selesai pasca putusan Mahkamah Agung di mana peradilan tertinggi ini memutuskan bahwa Kemendikti Saintek (Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi) harus mencabut SK yang mengangkat para Pembina Yayasan Trisakti Dadakan.

“Yang jelas di Kemendikbud sudah selesai, kami menang dan putusan MA sudah mengikat. Yang harus dilakukan Kemendikti Saintek adalah harus secara sukarela mematuhi putusan Mahkamah Agung mencabut Kepmen 330. Saya berharap Kemendikti Saintek baru Pak Satryo Soemantri Brodjonegoro mencabut SK 330 tersebut, memulihkan nama baik Prof Anak Agung, dan menyatakan tidak sah keputusan Menteri 330,” paparnya.

Nugraha percaya menteri baru bisa segera melakukan eksekusi putusan Mahkamah Agung. “Sebab secara prosedur apabila memang tidak mau melakukan, kami akan melakukan eksekusi ke pengadilan, akan melakukan anmaning. Yang jelas SK 330 Kepmendikbud sudah tidak berlaku,” tegasnya.

Dari sisi Kemenkumham, lanjut Nugraha, tidak mungkin mereka tidak tahu putusan ini, sebab seluruh data ada di sana dan orangnya juga di sana.

“Saya berharap Kementerian Hukum segera mencabut Akta 03 tahun 2023 dan mengembalikan Akta 22 tahun 2005 yang mana memberikan akses kepada para Pembina dalam hal ini Prof Anak Agung untuk melakukan perubahan-perubahan pada Akta tersebut,” tegasnhya.

Kalaupun mereka tidak mau melakukan putusan Mahkamah Agung, maka jelas ini merupakan pembangkangan terhadap putusan pengadilan.

Selama ini pemerintah terus menerus melakukan propaganda agar bisa menguasai kampus-kampus swasta papan atas dengan dalih PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum).

Padahal munculnya isu PTNBH menurut Nugraha adalah narasi yang disusun karena kekalahan di pengadilan. “Sebelumnya tidak ada narasi PTNBH. Mereka masih ingin tetap berkuasa meskipun jalan hukum yang buntu dengan memunculkan isu PTNBH,” tegasnya.

Di samping itu, PTNBH juga sebuah narasi yang agak ngaco. “Silahkan cek dalam UU Pendidikan Tinggai dan UU Yayasan, tidak ada satupun klausul yang menyatakan bahwa perguruan tinggi swasta bisa diubah menjadi PTNBH. Jadi semua jalan sudah buntu, mereka mau ngapain,” tegasnya.

Yang menarik kata Nugraha, ia mendapat bocoran mengenai RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) yang dalam satu klausulnya bisa mengubah PTS menjadi PTNBH. “Jadi aturan dipaksa dan disesuakan dengan keinginan. Gaya-gayanya mirip SK 330. Lagi-lagi ini rekayasa. Saya berharap Pak Prabowo tidak mengesahkan sesuatu yang direkayasa,” tegasnya.

Dengan pola-pola seperti ini Nugraha khawatir tidak ada peran serta swasta dalam mencerdaskan anak bangsa.

“Nanti lama-lama tidak ada pihak swasta yang mau mendirikan lembaga pendidikan kalau ujung-ujungnya dirampok pemerintah,” paparnya.

Kemelut di Yayasan Trisakti kata Nugraha, sesungguhnya sudah selesai sejak lama. Namun masyarakat banyak mengira kisruh Yayasan Trisakti belum selesai, padahal tidak. Diakui memang dulu pernah bersengketa antara Yayasan Trisakti dengan Rektor Universias Trisakti, Thoby Mutis, tetapi sudah selesai, bahkan sejak saat itu Yayasan Trisakti melakukan aktivitas normal dengan baik dan lancar serta damai.

Kekisruhan datang tiba-tiba ketika bos Gojek Nadiem Makarim didapuk menjadi Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Nadiem mengeluarkan SK Menteri No. 330/P/2022 pada 24 Agustus 2022 yang intinya menggarong Yayasan Trisakti sudah berdiri sejak lama.

SK Menteri tersebut digugat oleh Yayasan Trisakti Anak Agung ke pengadilan dari tingkat pertama, kedua, hingga ke Mahkamah Agung. Hasilnya, Menteri harus mencabut SK tersebut, mengembalikan nama baik Yayasan Trisakti dan menyatakan SK tersebut tidak sah.

“Jadi, tolong Pak Presiden, kembalikan kedamaian Universitas Trisakti sebagaimana Nadiem jadi bos Gojek dan belum jadi menteri,” pungkasnya. (ida)