Pojokpublik.id JAKARTA – Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi yang terdiri dari Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), Indonesia Police Watch (IPW), Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Peradi Pergerakan menyampaikan Pengaduan Masyarakat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan tindak pidana suap yang diduga dilakukan Ny. Purwanti Lee dan Gunawan Yusuf pemilik Sugar Group Company selaku pemberi suap. Sedangkan selaku penerima suap, KPK diminta untuk menelisik dengan menggali dari nama Soltoni Mohdally (hakim agung) yang disebutkan Zarof Ricar di depan persidangan.
Merujuk pada fakta persidangan hasil pemeriksaan sebagai saksi mahkota dalam perkara suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor, Jakarta (7/5/2025). Zarof Ricar mengakui pernah menerima Rp. 50 miliar dan Rp. 20 miliar dari Sugar Group Company, melalui Ny. Purwanti Lee. Fakta persidangan ini mengkonfirmasi barang bukti berupa uang Rp. 915 miliar dan 51 kilogram emas merupakan tindak pidana suap, dan bukan gratifikasi, sebagaimana surat dakwaan JPU. Terdapat meeting of minds antara Zarof Ricar, mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA RI sebagai perantara Hakim Agung penerima suap, dengan Sugar Group Company selaku pemberi yang ingin perkara perdatanya menang melawan Marubeni Corporation di tingkat Kasasi dan PK. Pemberian uang suap tersebut diduga dimaksudkan agar Sugar Group Company dapat lolos dari kewajiban pembayaran ganti rugi Rp. 7 Triliun kepada Marubeni Corporation.
“Kami menyampaikan pengaduan masyarakat ini berdasarkan ketentuan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN jo. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan KKN” ujar Ronald Lobloby, Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi di Gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (14/5/ 2025), didampingi Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, SH, Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, SH, dan Ketua DPC Pergerakan Jakarta Utara, Carel Ticualu.
Menurut Ronald, dalam konteks fakta persidangan ini mengkonfirmasi pula bahwa perintah Jampidsus Febrie Adriansyah kepada JPU M. Nurachman Adikusumo terkait barang bukti berupa uang Rp. 915 miliar dan 51 kilogram emas dalam Surat Dakwaan terhadap Zarof Ricar agar dilekatkan pasal gratifikasi dan bukan suap, merupakan penyalahgunaan wewenang dan/ atau merintangi penyidikan, sebagaimana yang telah dilaporkan Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi ke Jamwas Kejagung pada tanggal 28 April 2025.
“UU TPPU No. 8 Tahun 2010 menganut pembalikan beban pembuktian. Akan tetapi Zarof Ricar sebagai tersangka memiliki hak ingkar. Meskipun di-juncto-kan dengan pasal TPPU setelah penyidikan berjalan enam bulan, penerapan pasal gratifikasi terhadap Zarof Ricar akan menyebabkan pemberi suap terkait barang bukti berupa uang Rp. 915 miliar dan 51 kilogram emas tetap gelap gulita. Padahal penyidikan itu dimaksudkan untuk membuat dugaan pidana yang dipersangkakan menjadi terang benderang. Secara hukum disinilah letak merintanginya “ ujar Sugeng Teguh Santoso, SH menambahkan.
Penyalahgunaan wewenang dan/ atau merintangi penyidikan yang diduga dilakukan oleh Jampidsus Febrie Adriansyah ini tergolong bentuk kejahatan yang serius yang memiliki motif ingin “mengamankan” pemberi suap termasuk dalam hal ini pihak Sugar Group Company dan melindungi hakim agung pemutus perkara, sebagai pemangku jabatan yang dapat membuat putusan yang menjadi tujuan akhir pemberian uang tersebut. Tercatat nama-nama hakim agung yang memeriksa perkara perdata Sugar Group Company melawan Marubeni Corporation di tingkat Kasasi dan PK. Sekaligus diduga untuk kepentingan “menyandera” para hakim agung pemutus yang memenangkan Sugar Group Company di tingkat Kasasi dan PK. Penyanderaan” itu diduga dimaksudkan untuk kepentingan mengamankan tuntutan perkara-perkara korupsi yang kontroversial agar tetap divonis bersalah.
“Sesuai ketentuan Pasal 10A Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengambilalih penyidikan dan/ atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan dengan Kejaksaan Agung, berdasarkan kewenangannya. Karena Terdapat dugaan dalam “Penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi Pelaku Tindak Korupsi yang sesungguhnya”, dan/ atau dalam “penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi” ujar Petrus Selestinus, Koordinator TPDI.
Suap Menjadi Jurus Ngemplang Utang
Menurut Ronald Lobloby, kasusnya sendiri bermula ketika Gunawan Yusuf dkk melalui PT. Garuda Pancaarta (PT. GPA) pada 24 Agustus 2001 menjadi pemenang lelang dalam membeli saham-saham SGC yang diselenggarakan BPPN dengan kondisi apa adanya (as is), senilai Rp. 1,161 Triliun. Saham-saham yang dibeli SGC adalah: (a) 62,3% saham dalam PT Gula Putih Mataram (PT. GPM), (b) 80% saham dalam PT Indolampung Perkasa (PT. ILP), (c) 100% saham dalam PT Sweet Indolampung (PT. SIL), dan (d) 71,56% saham dalam PT Indolampung Distillery (PT. ILD). Ketika akan dilelang, semua peserta lelang termasuk PT. GPA Dkk telah diberitahu segala kondisi dari SGC tentang aktiva, pasiva, utang dan piutangnya. SGC (persisnya PT. SIL dan PT. ILP) yang bergerak dalam bidang produksi gula dan etanol ternyata memiliki total utang saat ini sebesar ± Rp. 7 Triliun kepada Marubeni Corporation (MC) yang timbul guna membiayai pendirian pabrik gula dan perkebunan tebu milik PT. SIL dan PT. ILP, yang turut dijamin oleh PT. GPM.
Sejak tahun 1993 dan 1996 yaitu sebelum PT. GPA/ Gunawan Yusuf membeli saham-saham SGC, utang SGC kepada MC tersebut diasuransikan oleh MC kepada Lembaga Asuransi milik Pemerintah Jepang. Bahkan SGC sendiri sudah menyetorkan PPh ke Kas Negara (lapor pajak) atas pembayaran bunga terutang kepada MC. Hal tersebut tercermin/tercatat dalam Laporan Keuangan SGC yang diaudit oleh Kantor Akuntan Publik Independen sejak tahun 1993 (PT. SIL) dan tahun 1996 (PT. ILP) sampai dengan tahun 2001, dan secara hukum utang kepada MC tersebut tetap menjadi tanggung jawab SGC yang sekarang dimiliki Gunawan Yusuf dkk selaku pemegang saham baru SGC. Akan tetapi Gunawan Yusuf menolak membayar dengan dalih utang SGC kepada MC itu hasil rekayasa. Utang SGC kepada MC adalah pinjaman kredit luar negeri itu sudah dilaporkan SGC sendiri kepada Bank Indonesia sejak tahun 1993 (PT. SIL) dan tahun 1996 (PT. ILP) sampai dengan tahun 2006, yaitu 5 (lima) tahun setelah manajemen dan kepemilikan SGC di bawah kendali penuh Gunawan Yusuf/ PT. GPA.
“Guna menyiasati agar dapat ngemplang utang yang saat ini ± Rp.7 Triliun dibangun dalil yang diduga palsu, yang pada pokoknya menyatakan utang itu hasil rekayasa MC, sebagaimana yang dituangkan dalam surat gugatan Gunawan Yusuf dkk melalui PT. SIL, PT. ILP, PT. GPM, PT. ILD, dan PT. GPA menggugat MC dkk melalui PN Kotabumi dan PN Gunung Sugih, terregister dalam perkara No. 04/Pdt.G/2006/PN.KB. dan No. 12/Pdt.G/2006/PN.GS. Namun pada ujung perkara, Gunawan Yusuf Dkk kalah telak, sebagaimana putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht) “ tukasnya.
Dalam pertimbangannya majelis hakim menegaskan, tuduhan bahwa utang itu hasil rekayasa Marubeni Corporation ternyata tidak mengandung unsur kebenaran. Terbukti pinjaman kredit luar negeri itu sudah dilaporkan kepada Bank Indonesia dan terlihat dalam Laporan Keuangan dari tahun 1993 (PT. SIL) dan tahun 1996 (PT. ILP) sampai dengan tahun 2001. Ketidakbenaran tuduhan rekayasa utang tersebut diperkuat oleh 2 (dua) putusan kasasi tersebut, yang pada pokoknya SGC diputuskan tetap memiliki kewajiban pembayaran utang kepada MC, yang kini bernilai ±Rp. 7 Triliun.
Atas putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010 dan
No. 2446 K/Pdt/2009 tanggal 19 Mei 2010, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht), Gunawan Yusuf tak menyerah. Ia tidak melakukan upaya hukum peninjauan kembali. Namun lebih memilih mendaftarkan empat gugatan baru secara sekaligus — memanfaatkan azas ius curia novit — sebagaimana ditegaskan Pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara. Dalam empat gugatan baru tersebut, materi pokok perkara sejatinya sama dengan putusan kasasi No. 2447 K/Pdt/2009 dan No. 2446 K/Pdt/2009 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkraht).
SGC sebagai penggugat hanya mengubah materi gugatan yang bersifat aksesoris sebagaimana perkara-perkara SGC melawan MC, yakni:
(1) No. 394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst, (2) No. 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst,
(3) No. 470/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel, dan (4) No. 18/Pdt.G/2010/PN.GS dan No. 141/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, No. 142/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, dan
No. 232/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Pst, yang diduga berlanjut pada pada perkara kasasi dan PK. Sebagaimana putusan (1) No. 1696 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, (2) No. 1700 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015, (3) No. 1697 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015, (4) No. 1699 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015, (5) No. 1698 K/Pdt/2015, tanggal 14 Desember 2015. Kelima perkara kasasi tersebut, dipimpin oleh Soltoni Mohdally selaku Ketua Majelis Hakim Agung, yang memenangkan SGC. Terdapat upaya hukum peninjauan kembali, terkait SGC melawan MC, sebagaimana putusan (1 ) PK I No. 1363 PK/Pdt/2024 dan (2) Putusan PK I No. 1364 PK/Pdt/2024. Kedua perkara PK tersebut dipimpin oleh Suharto selaku Ketua Majelis Hakim Agung, yang memenangkan SGC.
“Selanjutnya terdapat pula putusan peninjauan kembali (1) PK I No. 144 PK/Pdt/2018, tanggal 27 April 2018, (2) PK I No. 816 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (3) PK I No. 818 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019, (4) Putusan PK II No. 697 PK/Pdt/2018, tanggal 8 Oktober 2018. Keempat perkara PK tersebut, dipimpin oleh Majelis Hakim, Sunarto yang memenangkan SGC, yang kini menjadi Ketua Mahkamah Agung RI yang dikenal dekat dengan Zarof Ricar. Tak heran bila pada 27-28 September 2024, Zarof Ricar yang telah pensiun sejak tahun 2022 itu tampak ikut dalam rombongan Sunarto yang melakukan kunjungan ke Keraton Sumenep “ ujar Ronald lagi.
Sementara itu untuk total nilai uang suap Sugar Group Company menurut perkiraan Ronald, minimal sebesar Rp. 200 miliar, sebagaimana bukti catatan tertulis yang ditemukan penyidik saat menggeledah kediaman Zarof Ricar, antara lain “Titipan Lisa“, “Untuk Ronald Tannur:1466 K/Pid/2024”, “Pak Kuatkan PN” dan “Pelunasan Perkara Sugar Group Rp. 200 miliar”. “Diduga gegara uang suap telah menyebabkan Hakim Agung Syamsul Ma’arif yang memutus Perkara SGC-MC No. 1362 PK/PDT/2024 nekat melanggar pasal 17 UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman, karena pernah mengadili perkara yang berkaitan sebelumnya. Seharusnya Hakim Agung Syamsul Ma’arif mundur sebagai pemeriksa perkara No. 1362 PK/PDT/2024. Namun alih-alih mundur ia malah tetap memutus perkara hanya dalam tempo 29 hari – padahal tebal berkas perkara membutuhkan waktu minimal 4 bulan untuk membacanya. Pelanggaran terhadap pasal 17 UU No. 48 tentang Kekuasaan Kehakiman oleh Hakim Agung Syamsul Ma’arif tidak mendapatkan hukuman apapun dari Sunarto selaku Ketua Mahkamah Agung RI “ ujarnya.
Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi meminta KPK memanggil saksi-saksi yakni antara lain: (1) Afrizal, S.H., M.H. selaku Panitera Pengganti Putusan PK No. 144 PK/Pdt/2018, tanggal 27 April 2018, (2) Aryaniek Andayani, S.H., M.H. selaku Panitera Pengganti Putusan PK No. 697 PK/Pdt/2018, tanggal 8 Oktober 2018, (3) Yusticia Roza Putri, S.H., M.H. selaku Panitera Pengganti Putusan PK No. 816 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019 dan Putusan PK No. 818 PK/Pdt/2018, tanggal 2 Desember 2019 (4) Andi Imran Makulau, S.H., M.H. selaku Panitera Pengganti Putusan PK No. 1362 PK/Pdt/2024, tanggal 16 Desember 2024, (5) Febrie Adriansyah selaku penanggung jawab penuntutan pada Jampidsus Kejagung RI yang telah memerintahkan JPU M. Nurachman Adikusumo terkait barang bukti berupa uang Rp. 915 miliar Rupiah dan 51 kilogram emas dalam Surat Dakwaan terhadap surat dakwan terhadap Zarof Ricar agar dilekatkan pasal gratifikasi dan bukan suap, (6) M. Nurachman Adikusumo selaku JPU yang menyidangkan perkara terdakwa Zarof Ricar, (7) Hotman Paris Hutapea selaku Kuasa Hukum Sugar Group.