POJOKPUBLIK.ID Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 mengenai perubahan sistem pemilu legastif proporsional terbuka menjadi tertutup, Kamis (15/06/2023).
Pada ruangan sidang, Ketua MK Anwar Usman yang didampingi dengan tujuh (7) hakim konstitusi lainnya memutuskan pemilu legislatif tetap tidak berubah sebagaimana yang telah diberlakukan sejak 2004 yaitu menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka.
“Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan.
Mahkamah Konstitusi mengungkapkan, melalui pertimbangan implikasi dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil pemohon tidak sejalan menurut hukum.
Diketahui enam (6) pemohon yang mengajukan gugatan kepada MK mengenai sistem pileg proporsional terbuka menjadi tertutup yaitu, Demas Brian Wicaksono (PDI Perjuangan), Yuwono Pintadi (Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Para pemohon meminta kepada MK untuk menguji kembali UU Nomor 7 tentang Pemilu terutama Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka yang menerangkan bahwa, “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”.
Menurut pihak penggugat, sistem pemilu proporsional terbuka menjadikan peran parpol terdistorsi dan bertentangan dengan konstitusi.
Selain itu menurut pihak penggugat, jika mengacu pada Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 menjelaskan bahwa partai politik berperan sebagai peserta. Oleh karena itu seharusnya pemilihan anggota DPR/DPRD seharusnya bukan berdasarkan perolehan suara terbanyak, melainkan ditentukan sendiri oleh partai politik selaku peserta.
Bagi para pemohon, sistem pemilu proporsional terbuka tersebut menimbulkan ketidakadilan, serta merugikan para calon yang berkualitas dan memiliki pengalaman berpartai dikarenakan kalah bersaing dengan calon yang hanya mengandalkan kekayaan dan popularitas.
“Sehingga, kader partai yang memiliki pengalaman berpartai dan berkualitas kalah bersaing dengan calon yang hanya bermodal uang dan popularitas semata,” ujar argumen para pemohon dikutip dari dokumen permohonan uji materi.
“Apabila sistem proporsional tertutup diterapkan, maka kader-kader yang sudah berpengalaman di kepartaian memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota DPR dan DPRD meskipun tidak memiliki kekuatan modal dan popularitas,” lanjut-nya.
Mencuatnya isu mengenai perubahan sistem pemilu proporsional terbuka menjadi tertutup tersebut dikarenakan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari memberikan tanggapan yang berkonotasi dukungan terhadap gugatan yang dilayangkan. Akibatnya Hasyim disanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas perbuatannya itu.
Berkat hal itu, tidak sedikit dari pihak Partai Politik, Politikus, LSM, hingga Perorangan pun, mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan tersebut.
Tidak berhenti disitu, Denny Indrayana yakni mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM mengungkapkan, Ia mendapatkan informasi meyakinkan bahwa MK akan memutuskan kembali sistem proporsional tertutup zaman Orde Baru. Ia mengatakan informasi tersebut diperoleh bukan berasalkan dari internal MK.
Sebagai informasi, pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg) tahun 2024 yang dimulai pada tanggal 1 Mei 2023, KPU RI masih menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti tahun-tahun sebelumnya.