DKI Jakarta

CERI Pertanyaan Kemampuan Ditjen Minerba Aplikasi MinerbaOne Sering Error

David
×

CERI Pertanyaan Kemampuan Ditjen Minerba Aplikasi MinerbaOne Sering Error

Sebarkan artikel ini
CERI Pertanyaan Kemampuan Ditjen Minerba Aplikasi MinerbaOne Sering Error I PojokPublik
Aplikasi MinerbaOne yang baru saja diluncurkan Kementerian ESDM dilaporkan sering mengalami error

Pojokpublik.id JAKARTA – Aplikasi MinerbaOne yang baru saja diluncurkan Kementerian ESDM dilaporkan sering mengalami error dalam beberapa hari terakhir, menjelang batas waktu penyampaian RKAB tahunan perusahaan tambang pada 15 November 2025. Aplikasi yang pengembangannya menyedot anggaran Rp53 miliar ini diduga tidak mampu melayani lonjakan submit dokumen RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) dan aplikasi lainnya sehingga menimbulkan gangguan sistem atau error.

Informasi dari sejumlah perusahaan tambang mengungkapkan, aplikasi MinerbaOne belakangan sering down atau error sehingga revisi RKAB dan dokumen lainnya tidak bisa mereka submit. Padahal mereka kini diwajibkan melaporkan RKAB tahunan melalui sistem yang baru diluncurkan pada 1 Oktober 2025 itu.

“Kami berkali-kali tidak bisa mengakses menu dashboard MinerbaOne untuk men-submit dokumen karena sistemnya sering down atau error. Kami tidak bisa berbuat apa-apa sampai sistemnya pulih,” kata seorang pelaku usaha tambang yang tidak ingin disebutkan namanya, Jumat (14/11/2025).

Berdasarkan gambar dari tangkapan layar website MinerbaOne (minerbaone.esdm.go.id) yang dibagikan ke redaksi, tampak kode error 500 dengan tulisan “Sepertinya sedang terjadi gangguan pada sistem” ketika pengguna masuk ke menu dashboard.

Sebagai informasi, kode Error 500 adalah respons kesalahan umum pada server dan biasanya bersifat sementara. Ini berarti server mengalami kondisi tak terduga yang mencegahnya memenuhi permintaah, namun tidak diketahui penyebabnya secara spesifik.

Belum Siap Diminta tanggapannya, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan gangguan pada MinerbaOne menunjukkan Kementerian ESDM khususnya Ditjen Minerba belum siap menerapkan sistem tersebut.

“Kementerian ESDM terkesan memaksakan diri dan terburu-buru, padahal mereka sebenarnya belum siap menerapkan MinerbaOne dengan jadwal yang ketat. Ditambah lagi ada revisi RKAB dari 3 tahunan menjadi 1 tahun sekali, yang juga wajib dilaporkan ke aplikasi itu sehingga beban menumpuk dalam waktu bersamaan,” ujarnya.

Melihat karut marut ini, Yusri mempertanyakan kemampuan dan sumber daya di Ditjen Minerba untuk memproses semua dokumen tersebut, terutama melakukan verifikasi data seluruh perusahaan tambang, baik minerba maupun galian C, yang jumlahnya ratusan ribu usaha. Menurut Dirjen Minerba Tri Winarno, perusahaan tambang yang sudah melakukan submit dokumen di MinerbaOne dilaporkan baru sekitar 800.

“Kalau kondisi ini tidak segera diantisipasi dan diatasi, bisa menimbulkan kekacauan di sektor pertambangan. Toleransi batas laporan RKAB hingga Maret 2026 juga tidak menjamin masalah ini bisa selesai sebab muncul sejumlah syarat tambahan dalam revisi RKAB tahunan yang sulit dipenuhi perusahaan,” kata Yusri.

Apabila kekacauan administrasi ini berlarut-larut, dia khawatir perusahaan tambang kesulitan membuat perencanaan dan akan menghentikan kegiatan mereka. Akibatnya potensi pendapatan negara dari PNBP dan lain-lain dari sektor tambang akan merosot.

“Kami mendorong Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki proyek sistem MinerbaOne yang kabarnya menelan anggaran Rp53 miliar itu. Harusnya sistem itu dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan,” tegasnya.

Hal senada disampaikan Chairman Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandi Arif. Menurut dia, sistem MinerbaOne belum bebas dari kendala.

“Kalau proses digital berhenti di satu tahapan, perusahaan harus mengulang dari awal. Ini tentu menyulitkan dan seharusnya ada mekanisme kemudahan,” ujarnya.

Dia juga mempertanyakan kesiapan sistem digital, kemampuan SDM dan jaminan kontinuitas operasional agar aplikasi MinerbaOne tidak justru menghambat pelaku usaha. Apalagi, tidak semua perusahaan di daerah siap dengan digitalisasi.

“Perbedaan kapasitas sistem antara pusat dan daerah dapat menimbulkan persoalan besar, baik bagi pelaku usaha maupun pemerintah. Padahal, salah satu prinsip utama pengelolaan minerba adalah meningkatkan penerimaan negara dan mengontrol pasar,” kata Irwandi.

Kendala lain, perubahan sistem RKAB tiga tahun menjadi tahunan mempersempit ruang perencanaan bagi perusahaan.

“Tambang itu tidak bisa direncanakan tahunan. Dengan tiga tahun, perusahaan bisa membuat rencana investasi lebih stabil, sementara pemerintah tetap bisa melakukan evaluasi setiap tahun,” jelasnya.