Daerah

Abah Elang Mangkubumi: Bencana Sumatera adalah Peringatan Keras dari Langit

David
×

Abah Elang Mangkubumi: Bencana Sumatera adalah Peringatan Keras dari Langit

Sebarkan artikel ini
Abah Elang Mangkubumi: Bencana Sumatera adalah Peringatan Keras dari Langit I PojokPublik
Foto: Abah Elang Mangkubumi

Pojokpublik.id Jakarta – Kebijakan mengenai sawit sering kali menjadi topik hangat yang memicu perdebatan. Di balik potensi ekonominya, terdapat tantangan besar yang harus segera dihadapi. Abah Elang Mangkubumi, dengan kebijaksanaan yang dimilikinya, menyampaikan pesan penting kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai pengelolaan sawit di Sumatra, Selasa (9/12/2025).

Abah menyadari niat baik di balik pandangan bahwa sawit adalah anugerah Tuhan. Namun, beliau tidak bisa mengabaikan kenyataan pahit yang terjadi di lapangan. Banjir yang melanda Sumatra menjadi bukti nyata bahwa ada yang tidak beres dalam pengelolaan sumber daya alam ini. Banjir bukan sekadar musibah, melainkan konsekuensi dari kebijakan yang kurang tepat.

Sawit sebagai anugerah Tuhan, mungkin muncul dari niat baik ekonomi, tetapi Abah tidak bisa diam ketika kenyataan di lapangan justru menunjukkan luka besar bagi bangsa ini. Sawit boleh disebut anugerah, tetapi banjir Sumatra adalah peringatan keras dari langit bahwa ada yang tidak beres dalam pengurusannya

Intinya, sawit bukanlah penyebab utama masalah. Yang menjadi persoalan adalah keserakahan manusia dan lemahnya tata kelola. Anugerah Tuhan seharusnya tidak membawa kehancuran. Izin yang tumpang tindih, pembukaan lahan tanpa kendali, serta korporasi yang mengorbankan hutan, ditambah pembiaran dari pemerintah daerah dan pusat selama bertahun-tahun, adalah akar masalahnya.

Abah dengan tegas menyampaikan, Anugerah Tuhan tidak akan pernah datang dengan banjir setinggi dada di Sumatra. Sebuah teguran keras. Dengan penuh hormat, untuk mengingatkan bahwa ada yang perlu segera dibenahi.

“Bapak Presiden, bangsa ini menghormati Bapak. Namun hormat bukan berarti bisu. Ketika alam hancur, kami harus bersuara.” tegasnya.

Abah mendesak agar dilakukan pembersihan total terhadap mafia izin sawit, membongkar kebun-kebun yang masuk kawasan hutan, menghentikan perluasan sawit di provinsi yang sudah jenuh ekologis, serta menjadikan banjir Sumatra sebagai momentum reformasi lingkungan nasional.

Negara harus hadir bukan untuk memuji sawit, tetapi untuk mengendalikan keserakahan yang merusak bumi. Indonesia tidak boleh tunduk pada industri. Sudah terlalu lama industri sawit tumbuh terlalu besar, hingga negara seolah tunduk pada kepentingan korporasi. Padahal, negara adalah ibu dari rakyat, bukan pelayan bagi konglomerasi.

Jika sawit tetap dibiarkan tanpa kendali, bencana Sumatra akan menjadi gambaran masa depan seluruh Indonesia. Oleh karena itu, perubahan harus segera dilakukan.

Abah Elang Mangkubumi dengan tulus menyampaikan, “Anugerah Tuhan adalah hutan, sungai, tanah, dan kehidupan. Sawit hanyalah salah satu tanaman. Jangan sampai kita memuja satu anugerah dengan menghancurkan anugerah lainnya.” pungkasnya.

Banjir Sumatra adalah peringatan yang tak bisa ditawar, dinegosiasi, atau diabaikan. Jika negara tidak segera membenahi tata kelola sawit, alam sendiri yang akan memberikan hukuman.