Pojokpublik.id Jakarta – Jawaban tertulis Wali Kota Sukabumi atas rekomendasi DPRD terkait Program Wakaf Uang dan pembentukan Tim Komunikasi Percepatan Pembangunan (TKPP) dinilai tidak hanya normatif, tetapi juga berpotensi mengandung pelanggaran hukum administrasi pemerintahan. Sikap tersebut menuai kritik keras dari DPRD dan lembaga pemantau kebijakan publik.
Sekretaris Jenderal Matahukum, Muksin Nasir, secara tegas menyebut jawaban Wali Kota Sukabumi sebagai bentuk pengabaian terhadap fungsi pengawasan DPRD dan berpotensi melanggar sejumlah ketentuan perundang-undangan.
“Jawaban Wali Kota itu bukan sekadar lemah, tapi patut diduga melanggar prinsip hukum pemerintahan yang baik. Rekomendasi DPRD dijawab dengan bahasa normatif tanpa kepastian kebijakan, ini bisa dikategorikan sebagai maladministrasi,” tegas Muksin Nasir, Rabu (31/12/2025)
Menurut Muksin, sikap Wali Kota yang tidak memberikan kejelasan arah kebijakan atas rekomendasi DPRD bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya Pasal 10 dan Pasal 17 yang mewajibkan pejabat pemerintahan bertindak transparan, akuntabel, serta tidak menyalahgunakan kewenangan.
“Ketika kepala daerah tidak menindaklanjuti rekomendasi DPRD secara substantif, itu bisa ditafsirkan sebagai penyalahgunaan wewenang dalam bentuk pembiaran kebijakan. Ini berbahaya,” ujarnya.
Lebih jauh, Muksin menyoroti Program Wakaf Uang yang dinilai rawan pelanggaran hukum jika dijalankan tanpa dasar regulasi dan pengawasan yang jelas. Ia menilai, Wali Kota Sukabumi belum mampu menjelaskan mekanisme pengelolaan dana wakaf uang secara transparan dan akuntabel sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
“Wakaf uang bukan program simbolik. Jika dikelola tanpa sistem yang jelas, tanpa audit, dan tanpa kejelasan nazir serta pengawasan, maka patut diduga melanggar Pasal 62 dan 67 UU Wakaf. Bahkan bisa berujung pidana jika terjadi penyimpangan dana,” tegasnya.
Tak hanya itu, pembentukan TKPP juga dinilai berpotensi menabrak aturan jika tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Muksin menyebut, pembentukan tim nonstruktural tanpa dasar Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah yang jelas dapat melanggar UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya terkait efisiensi, efektivitas, dan larangan pemborosan anggaran.
“Jika TKPP dibentuk tanpa urgensi yang terukur dan tanpa kejelasan fungsi, maka ini bisa dikategorikan sebagai pembentukan lembaga ad hoc yang melampaui kewenangan. Wali Kota harus bertanggung jawab secara hukum dan politik,” kata Muksin.
Ia menilai, jawaban normatif Wali Kota justru memperkuat dugaan bahwa kebijakan tersebut dipaksakan tanpa perencanaan matang. Dalam konteks hukum pidana, Muksin mengingatkan adanya potensi penerapan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, apabila kebijakan tersebut di kemudian hari menimbulkan kerugian keuangan negara atau daerah.
“Kalau kebijakan dibuat asal-asalan, lalu anggaran keluar dan negara dirugikan, maka unsur penyalahgunaan kewenangan bisa terpenuhi. Jangan anggap ini sepele,” tandasnya.
Muksin mendesak DPRD Kota Sukabumi untuk tidak berhenti pada kritik administratif semata, melainkan menggunakan hak konstitusionalnya, termasuk hak interpelasi dan hak angket, guna memastikan Wali Kota benar-benar bertanggung jawab atas kebijakan yang dikeluarkan.
“Wali Kota tidak boleh berlindung di balik jawaban normatif. Ini soal tanggung jawab jabatan. Jika dibiarkan, maka publik berhak curiga ada masalah serius di balik kebijakan Wakaf Uang dan TKPP,” pungkasnya.













