DKI Jakarta

Syifak Muhammad Yus: Pertumbuhan Ekonomi RI Nyata, Bukan Ilusi

Avatar of Editor
×

Syifak Muhammad Yus: Pertumbuhan Ekonomi RI Nyata, Bukan Ilusi

Sebarkan artikel ini
Syifak Muhammad Yus: Pertumbuhan Ekonomi RI Nyata, Bukan Ilusi I PojokPublik
Muhammad Yus

Pojokpublik.id Jakarta — Direktur Eksekutif Indeks Data Nasional, Syifak Muhammad Yus, menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto pada triwulan II 2025 yang mencapai 5,12% bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan cerminan dari perubahan nyata di lapangan. Hal ini disampaikan Syifak menyikapi kritik sejumlah pihak yang meragukan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS).

“Saya tidak masuk ke ranah debat kusir antar data. Karena kalau dasarnya tidak percaya pada BPS, lalu minta orang percaya data dia yang lembaganya tidak sekredibel BPS, ya itu kontraproduktif,” kata Syifak dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/8).

Menurut Syifak, capaian tersebut dapat dibuktikan dengan hadirnya program-program yang telah dijalankan oleh pemerintah yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia, seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menurutnya berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi mikro dan kesejahteraan masyarakat bawah.

“Program MBG ini bukan cuma soal kasih makan. Ini ada dua sisi penting, memperkuat jaringan perlindungan social dibawah sekaligus menjadi penggerak ekonomi lokal di daerah-daerah,” jelas Syifak.

Bahkan, kata Syifak, bahan pangan untuk MBG banyak diserap dari petani di desa dan diproses oleh dapur local di tiap daerah, dan melibatkan tenaga kerja hingga 47 orang per dapur. Hal ini tentu mempunyai dampak yang nyata bagi Masyarakat dan menciptakan efek domino ekonomi, mulai dari distribusi pangan, lapangan kerja, hingga perputaran uang di masyarakat akar rumput.

“Ini real redistribusi ekonomi. Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi kalau masih bilang ekonomi kita lesu hanya karena lihat mall sepi, ya itu keliru total,” tegas Syifak.

Tak hanya itu sambung Syifak, selain MBG, Syifak juga menyoroti dari sektor pertanian sebagai bukti keberhasilan pemerintah dalam memperkuat ekonomi rakyat. Ia menyebut kebijakan pembelian gabah oleh Bulog seharga Rp6.500 sebagai bentuk keberpihakan yang langsung terhadap petani dalam menaikkan nilai tukar petani (NTP).

“Jadi petani sekarang gak cuma kerja buat hari ini. Ada saving. Artinya apa? Ekonomi mereka mulai membaik. Apalagi kita sudah mencapai suasembada beras, belum lagi disektor kelautan Indonesia telah berhenti mengimpor garam untuk konsumsi rumah tangga, yang akan menjadi sinyal kuat bagi penguatan industri garam nasional, hal ini bukanlah sebagai mimpi belaka,” paparnya.

Disisi lain, lanjut Syifak, pihaknya juga menyambut baik langkah pemerintah yang menghapus utang UMKM dan program subsidi upah Rp600.000 per bulan bagi pekerja. Hal itu diyakini dapat mendorong konsumsi rumah tangga dan mempertahankan usaha kecil agar tetap bertahan pasca-pandemi.

“bayangkan berapa UMKM yang merasakan penghapusan utang, dan berapa banyak pekerja di Indonesia yang mendapatkan bantuan subsidi? Justru ini bentuk nyata dari pemerintah yang sangat nyata dan langsung dirasakan,” kata Syifak

Selain itu, Syifak juga mencatat bahwa nilai investasi nasional naik 6,99% — tertinggi sejak 2021 — menjadi bukti kepercayaan pasar terhadap stabilitas ekonomi Indonesia. Namun lebih dari itu, ia menekankan pentingnya pemerataan sebagai tolak ukur keberhasilan.

“Ekonomi di Indonesia bukan soal di Jakarta saja. Saat ini mulai digerakkan program seperti Koperasi Desa Merah Putih, bahkan sampai ke wilayah-wilayah terpencil. Pemerataan itu nyata, bukan jargon semata, namun ini menjadi instrumen efektif untuk menghubungkan produksi lokal dengan kebutuhan masyarakat.

Namun, Syifak menyayangkan, dengan setumpuk program dan segudang gebrakan pemerintah dibawah komando Presiden Prabowo tersebut masih ada pihak-pihak yang kerap menuduh Presiden Prabowo tanpa dasar. Ia menyebut mereka sebagai “antek-antek kapitalis” yang terganggu oleh kebijakan ekonomi yang kini lebih berpihak pada rakyat kecil, bukan korporasi besar.

“Indonesia bukan negara kapitalis. Kita jalan menuju ekonomi Pancasila yang berlandaskan Pasal 33 UUD 1945. Sangat jelas jika dilihat beberapa kinerja diatas, justru pemerintah hari ini bukan bekerja untuk konglomerat, tapi untuk kesejahteraan rakyat Indonesia,” tutup Syifak

Sebelumnya, BPS merilis pertumbuhan ekonomi triwulan II mencapai 5,12%, naik dari 4,87% pada triwulan I. Beberapa pengamat menyoal angka tersebut karena tidak adanya momentum besar seperti Lebaran pada kuartal II. Padahal kenaikan angka tersebut seiring dengan berjalannya program-program prioritas dan strategis pemerintah yang sangat menyasar dan berpihak rakyat. Khususnya rakyat ditingkat ekonomi bawah. Jadi, kemajuan ekonomi bukan hanya soal angka-angka semata.