Pojokpublik.id Jakarta – Advokasi hukum oleh DPD ARUN SULBAR bersama Kantor Hukum HJ BINTANG dan PARTNERS bersama Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu (APSP) lahir sebagai respon atas konflik agraria yang melibatkan Group Astra Agro Lestari Tbk (AAL) melalui anak perusahaannya PT Letawa, PT Mamuang, dan PT Pasangkayu di Kabupaten Pasangkayu.
Dimana, masyarakat yang secara turun-temurun menguasai dan mengelola tanah justru dikriminalisasi melalui laporan polisi berlapis, sementara hasil investigasi telah jelas menunjukkan indikasi kuat adanya pelanggaran hukum berat oleh perusahaan.
Sejak awal 2025, tokoh masyarakat, kepala desa, hingga tokoh adat dikriminalisasi dengan tuduhan pengrusakan, penyerobotan, hingga pencurian. Laporan polisi berlapis dibuat, antara lain:
– LP/B/10/I/2025 – Polres Pasangkayu
– LI/6/II/RES.1.24/2025 – Polda Sulbar
– LI/50/V/RES.5/2025 – Polda Sulbar
– LP/B/97/VI/2025 – Polres Pasangkayu (25 Juni 2025)
– LP/B/100/VII/2025 – Polres Pasangkayu (3 Juli 2025)
Padahal, investigasi lapangan menunjukkan pelanggaran serius justru dilakukan oleh perusahaan, berupa: penguasaan lahan di luar HGU, perambahan kawasan hutan lindung, pengabaian kewajiban plasma 20%, dugaan penggelapan CSR, pelanggaran pajak, dan kriminalisasi sistematis terhadap masyarakat.
Bukti Hukum dan Musyawarah Rakyat
Musyawarah Rakyat di atas lahan sengketa yang dihadiri Wakil Gubernur Sulbar, Bupati Pasangkayu, BPN, Forkopimda, dan masyarakat membuktikan lahan warga berada di luar HGU perusahaan.
Bahkan telah terbit sertifikat sekolah dasar di atas objek sengketa. SP2HP Krimsus Polda Sulbar menegaskan 635 hektar terbukti berada di luar HGU dan IUP perusahaan. Fakta ini memperlihatkan klaim korporasi tidak memiliki dasar hukum kuat.
Jejak Kriminalisasi dan Intervensi Aparat
Meski laporan masyarakat terhadap PT Letawa telah diajukan ke Polda Sulbar, perusahaan justru balik melaporkan warga dengan pasal yang sama. Ironisnya, Polres Pasangkayu langsung menaikkan status penyidikan dalam tempo kurang dari 24 jam. Kasus Sdr. Salam menjadi bukti telanjang kriminalisasi.
Kejari Pasangkayu sempat menolak perkara karena tidak cukup bukti, namun kemudian tetap memproses dengan Pasal 335 KUHP. Diduga kuat ada praktik suap dari pihak Astra untuk mengintervensi penegakan hukum.
Capaian dan Dukungan Nasional
Meski dihantam gelombang kriminalisasi, perjuangan rakyat Pasangkayu menorehkan capaian:
– SP2HP Polda Sulbar menghentikan laporan PT Letawa.
– SP2HP Krimsus membuktikan 635 hektar lahan di luar HGU.
– Agenda RDP dengan Komisi III DPR RI sudah masuk dan menunggu konfirmasi.
– Ratusan permohonan SHM masyarakat sedang berproses di BPN.
– 50 hektar lahan telah diserahkan untuk pembangunan Batalyon TNI AD.
– Kolaborasi dengan DPP ARUN (Advokasi Rakyat Untuk Nusantara) memperkuat barisan advokasi nasional.
Isu Pokok dan Tuntutan
1. Audit HGU dan penegakan hukum atas penguasaan lahan di luar izin.
2. Pemenuhan kewajiban plasma bagi masyarakat.
3. Hentikan kriminalisasi perkara perdata/administratif yang dipaksakan ke ranah
pidana.
4. Selidiki dugaan suap dan intervensi terhadap Kejaksaan serta aparat kepolisian.
5. Mendesak Kapolri, Jaksa Agung, dan Komnas HAM menghentikan kriminalisasi
terhadap masyarakat Pasangkayu.
Advokasi DPD ARUN SULBAR bersama Kantor Hukum HJ BINTANG dan PARTNERS dan juga APSP menegaskan bahwa perjuangan ini adalah perjuangan konstitusional rakyat Pasangkayu. Bukti hukum, pengakuan de facto melalui musyawarah rakyat, penerbitan sertifikat tanah, serta dukungan institusi negara menunjukkan bahwa rakyat berdiri di atas kebenaran. Kami menegaskan: hukum tidak boleh tunduk pada kepentingan korporasi.
Karena konflik ini telah mengakibatkan kriminalisasi sistematis terhadap tokoh masyarakat, kepala desa, hingga mantan karyawan perusahaan.
Mereka dituduh dengan pasal pengrusakan, penyerobotan, hingga pengancaman padahal investigasi menunjukkan justru perusahaan yang melakukan pelanggaran berat hukum agraria, kehutanan, hingga kewajiban plasma. Perjuangan masyarakat Pasangkayu adalah perjuangankonstitusional rakyat Indonesia untuk melawan ketidakadilan. Hukum tidak boleh tunduk pada korporasi.
APSP bersama Kantor Hukum HJ BINTANG dan PARTNERS dan Juga didukung penuh oleh DPD ARUN SULBAR menegaskan bahwa advokasi ini akan terus berjalan sampai hak-hak rakyat dipulihkan sepenuhnya. Dalam konsolidasi dan kordinasi bersama DPP ARUN (Advokasi Rakyat Untuk Nusantara), Sekretaris Jendral DPP ARUN Bungas T Fernando Duling menegaskan bahwa perjuangan dalam advokasi rakyat selalu mengedepankan implementasi nyata Pasal 33 UUD 1945 yang menekankan bahwa perekonomian Indonesia tidak boleh tunduk pada kepentingan segelintir orang atau korporasi besar, melainkan harus disusun atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Artinya, rakyat adalah pusat dan tujuan utama pembangunan ekonomi. Pasal 33 bukan sekadar hiasan di atas kertas. Ia adalah amanat konstitusi, jiwa dari demokrasi ekonomi Indonesia. Implementasi pasal ini harus diwujudkan dalam kebijakan nyata yang berpihak kepada rakyat, dasar inilah yang menjadi esensi perjuangan, terkhusus dalam Advokasi yang sedang berjalan untuk Masyarakat kabupaten Pasangkayu sedang berjuang melawan tindakan korporasi.