POJOKPUBLIK.ID – Program Link and Match antara perguruan tinggi dan industri telah lama digaungkan. Namun faktanya, lulusan yang dihasilkan perguruan tinggi masih saja belum sesuai dengan harapan pengguna atau industri.
Menurut Profesor Dr Kuncoro Diharjo, ST, MT, Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, kondisi itu disebabkan program link and match belum dilaksanakan secara fundamental dan berkelanjutan.
“Melihat kondisi ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, sudah melakukan perubahan yang sangat mendasar dalam upaya membangun kolaborasi berkelanjutan antara perguruan tinggi dan industri/ masyarakat, yakni Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM. Ini terobosan bagus untuk memperkuat program link and match,” katanya, Jumat (29/7/2022).
Program MBKM memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk dapat belajar di luar program studinya atau di industri/masyarakat selama 1-2 semester. Program ini dapat diakui hingga 40 SKS.
“MBKM memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk full magang di industri atau di masyarakat selama 1-2 semester. Secara otomatis, lulusan yang telah mengikuti magang ini diyakini akan memiliki pengalaman praktis di industri/ masyarakat sehingga kompetensi lulusan menjadi jauh lebih baik dan sangat adaptif dengan berbagai perubahan yang cepat di masa disrupsi ini. Bahkan, bagi pengguna lulusan, masa training juga dapat diperpendek atau dihilangkan,” ujarnya.
Prof Kuncoro melihat program tersebut mulai masif berjalan dengan baik di semua perguruan tinggi/ universitas karena prosentase jumlah mahasiswa yang ikut MBKM menjadi salah satu komponen utama dari 8 komponen pada penilaian indek kinerja utama (IKU) Perguruan Tinggi.
Meski demikian, kata Prof Kuncoro, ada sejumlah tantangan terkait program MBKM, antara lain perlunya kebijakan bagi DUDI (dunia usaha dan dunia industri) untuk secara serius berkontribusi membantu dunia Pendidikan, seperti menerima mahasiswa magang industri dengan jumlah optimal.
“Industri dapat mengaryakan mahasiwa full magang sebagai pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang ada sehingga terjadi efisiensi cost. Dengan pola full magang setiap semester yang berkelanjutan, maka hal ini akan menjadi simbiosis mutualisme, yang saling menguntungkan,” ungkap Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNS periode 2019-2020 ini.
Contoh program magang yang telah berjalan adalah Program Magang Mahasiswa Bersertifikat (PMMB) yang diwajibkan bagi BUMN. Titik simpul yang mempertemukan antara peserta PMMB dengan kebutuhan di BUMN difasilitasi oleh Forum Human Capital Indonesia (FHCI).
“Program PMMB ini perlu ditingkatkan jumlahnya dan melibatkan swasta. UMKM pun dapat berperan memberi kesempatan magang bagi mahasiswa magang,” kata pria kelahiran Kebumen yang menyandang gelar profesor di usia 39 tahun ini.
Contoh lain yakni gagasan program magang satu semester di pemerintah daerah. Dalam komunikasi dengan Bupati Kebumen, H. Arif Sugiyanto SH, misalnya, Prof Kuncoro mengungkapkan bahwa Pemda Kebumen menyambut baik dan siap menerima mahasiswa magang untuk memajukan daerahnya.
Dalam praktiknya, program magang dapat dilakukan di desa untuk mendorong kemajuan desa atau di Pemda untuk memperkuat dan mengakselerasi pekerjaan yang ada. Harapannya, program magang di pemda ini dapat memajukan daerah-daerah di seluruh Indonesia.
“Di sisi lain, program ini juga akan membangkitkan sensitifitas lulusan terhadap kepedulian dengan sesama. Contoh model magang singkat di desa adalah Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang telah berlangsung,” ujar Prof Kuncoro.
Dekan Fakultas Teknik UNS periode 2011-2015 ini menegaskan, universitas melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat) harus mampu menghasilkan generasi muda penerus bangsa yang Adaptif, Produktif, Inovatif, dan Kompetitif.
Hal ini senafas dengan semangat MBKM, yang salah satu tujuannya adalah menghasilkan lulusan yang adaptif dengan perubahan yang cepat dan sulit ditebak (Volatility), ketidakpastian cukup tinggi (Uncertainty), kompleksitas hubungan antar faktor pendorong (Complexity), dan ketidakjelasan (Ambiguity).
“Membangun riset-kreativitas-inovasi di dunia kampus menjadi sangat penting untuk menciptakan generasi masa depan yang Tangguh dan Adaptif. Ada empat modal utama yang harus dikuasai oleh lulusan universitas yaitu academic knowledge, skill of thinking, managemen skill dan communication skill,” ungkapnya.