Pojokpublik.id Tambrauw – Septinus Yekwam, Kepala Kampung Kwoor, Distrik Kwoor, Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat Daya, mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap pemerintah daerah maupun provinsi yang dinilainya menutup mata atas kerusakan jalan penghubung antara Distrik Sausapor dan Kwoor.
Menurutnya, selama delapan tahun terakhir, tidak ada keseriusan pejabat daerah dalam memperbaiki infrastruktur dasar yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat.
Kata Septinus, jalan Sausapor–Kwoor pernah dibongkar dan disertu pada masa Carateker Bupati Tambrauw, Menase Pa, namun setelah itu tidak ada tindak lanjut pembangunan hingga kini.
“Jalan ini dibongkar semua dan hanya disertu. Setelah itu, pemerintah diam saja. Tidak ada satu pun alat berat turun lagi sampai hari ini,” ungkapnya dengan nada kecewa kepada wartawan, Jum’at (17/10/2025
Ia menilai alasan pemerintah bahwa jalan tersebut merupakan kewenangan provinsi hanyalah alasan klasik untuk menutupi kelalaian. Padahal, katanya, selama delapan tahun ibu kota Kabupaten Tambrauw berada di Sausapor, pemerintah daerah seolah tidak memiliki niat memperjuangkan akses masyarakat Kwoor.
“Kami ini bukan orang asing, kami juga warga Tambrauw. Tapi elit hanya sibuk duduk di kantor dan lupa rakyatnya di kampung,” tegas Septinus.
Kepala kampung dua periode itu juga mengingatkan bahwa Distrik Kwoor adalah salah satu distrik awal yang ikut membentuk Kabupaten Tambrauw, bukan wilayah baru hasil pemekaran. Karena itu, ia merasa aneh jika pemerintah seolah menomorduakan wilayah yang berjasa dalam lahirnya kabupaten tersebut.
“Kami sudah ada sebelum Tambrauw menjadi kabupaten. Tapi sampai sekarang, kami seolah tak pernah dianggap,” katanya.
Kondisi jalan yang rusak berat itu berdampak langsung pada perekonomian masyarakat dan akses pendidikan anak-anak. Warga kesulitan menjual hasil kebun ke Sausapor karena biaya transportasi yang mahal dan jalan yang nyaris tak bisa dilalui kendaraan.
“Mama-mama harus jalan kaki atau bayar mahal supaya hasil kebun bisa dijual. Kadang hasil panen busuk di kebun,” ujar Septinus.
Tak hanya ekonomi, anak-anak sekolah pun ikut menderita.Banyak pelajar harus berjalan kaki jauh melewati jalan berlumpur dan rusak parah.
“Anak-anak sering mengeluh ke saya.Mereka capek,sepatu rusak, dan kadang tidak bisa berangkat sekolah karena mobil tak bisa lewat,” tambahnya dengan nada prihatin.
Septinus juga melontarkan sindiran keras kepada elit pemerintah provinsi Papua Barat Daya dan Kabupaten Tambrauw yang menurutnya lebih sibuk berpolitik daripada turun melihat penderitaan masyarakat.
“Saya mau tanya,berapa gunung dan jurang antara Sausapor dan Kwoor sampai jalan ini tidak bisa dikerjakan? Atau pejabatnya terlalu sibuk duduk di ruang ber-AC sampai lupa kami di sini?” sindirnya tajam.
Menjelang Rapat Kerja Klasis Abun Gereja Grigani yang akan digelar di Kwoor pada 4-5 Desember 2025, Septinus berharap pemerintah menjadikan momen ini sebagai panggilan hati nurani untuk memperhatikan masyarakat yang sudah lama terisolasi.
“Kalau pemerintah hadir dalam kegiatan gereja nanti,saya harap mereka bisa datang lewat jalan darat supaya mereka rasakan sendiri penderitaan kami,” ucapnya.
Di akhir pernyataannya, Septinus Yekwam menegaskan bahwa masyarakat Kwoor tidak meminta keistimewaan, melainkan hanya hak yang sama sebagai warga negara.
“Kami ikut memilih pemimpin,tapi setelah mereka menang, kami dilupakan. Kami hanya minta jalan ini diperbaiki dengan hati yang tulus. Itu saja,” tutupnya