Sosial PolitikFokusProfil

Klaster Pabrik Ancaman Nyata Bagi Buruh

Avatar of Editor klan
×

Klaster Pabrik Ancaman Nyata Bagi Buruh

Sebarkan artikel ini
Klaster Pabrik Ancaman Nyata Bagi Buruh I PojokPublik

POJOKPUBLIK.ID SERANG – Gelombang krisis kesehatan yang kemudian disusul oleh krisis ekonomi terhadap masyarakat Indonesia masih terus berlangsung. Babak baru yang disinyalir sebagai tahap kedua dari adanya lonjakan kasus Covid-19, makin hari kian makin memprihatinkan. Baik yang terpapar oleh virus Covid-19, maupun yang menyebabkan kematian hingga kini terus mengalami lonjakan yang signifikan.

Hal ini diperparah oleh peran Pemerintahan Indonesia dalam menangani dan mengatasi Badai Pandemi ini, dengan berbagai macam kebijakan yang justru mengalami disorientasi, miskonsepsi, dan abai terhadap pemenuhan hak-hak mendasar bagi seluruh masyarakat Indonesia. Akibatnya, dampak terhadap masyarakat Indonesia betul-betul dihadapkan pada situasi yang semakin terancam keselamatan, dan semakin terperosoknya pada jurang kemiskinan.

Belakangan ini pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat melalui Instruksi Kemendagri Nomor 15 dan 18 Tahun 2021 tentang Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat Jawa-Bali, kemudian disusul dikeluarkannya Instruksi Kemendagri Nomor 22, dan 23 Tahun 2021 sebagai keputusan adanya perpanjangan pemberlakuan PPKM sejak tanggal 3 Juli sampai 25 Juli 2021.

LBH Rakyat Banten menilai di samping instruksi tersebut tidak mengacu kepada kaidah hukum dan peraturan yang jelas, yang mana dalam penanganan wabah Covid-19 ini sejatinya, pemerintah harus mengacu terhadap UU Kekarantinaan Kesehatan, di lain pihak instruksi tersebut telah secara nyata dan membuktikan, bahwa Pemerintah telah mengesampingkan tanggungjawabnya sebagai Negara, untuk hadir memberikan jaminan atas kebutuhan dasar masyarakat Indonesia, selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat sebagaimana amanat konstitusi dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan kesehatan.

Alih-alih pemerintah Indonesia secara cepat dan responsif segera mengambil langkah penanggulangan penyebaran virus Covid-19 dengan maksimal, justru sebaliknya konsekuensi dari tidak seriusnya pemerintah dalam penanganan penanggulangan wabah virus Covid-19 ini telah mengalami permasalahan multidimensi, menyebabkan persoalan serius di seluruh sektor kehidupan masyarakat, baik dalam persoalan kesehatan, ekonomi, sosial, politik, hingga yang paling terdampak ialah sektor Ketenagakerjaan.

Kaum Buruh hari ini dan jutaan rakyat Indonesia lainnya, dihadapkan pada posisi yang sangat dirugikan seperti pelanggaran hak-hak normatif buruh, pemutusan hubungan kerja (PHK), buruh yang tidak dibayar lantaran harus melakukan isolasi mandiri atau dirawat di rumah sakit akibat dari terpapar covid-19, pemotongan upah, akses vaksin yang sulit, dan rendahnya perhatian dan perlindungan terhadap kesehatan serta keselamatan bagi para pekerja.
Kondisi carut marut serta gagapnya Pemerintah dalam hal menanggulangi penyebaran virus Covid-19 yang semakin massif terjadi, dibuktikan dengan masih bertambahnya angka kasus positif covid dan bahkan harus meregang nyawa.

Peristiwa ini juga ditandai dengan semakin masifnya klaster pabrik sebagai salah satu penyumbang meningkatnya angka penyebaran covid-19, hal ini diakibatkan meskipun kebijakan PPKM telah memberikan pembatasan terhadap kegiatan masyarakat, memberlakukan kebijakan wfh 100 peresen bagi sektor non esensial, wfo 50 peresen bagi sektor esensial, dan wfo 100 peresen bagi sektor kritikal menegaskan bahwa sektor industri masih tetap diberlakukan bekerja di pabrik.

Namun hal tersebut tidak dibarengi dengan adanya fasilitas kesehatan dan protokol kesehatan yang ketat, seperti tidak tersedianya Alat perlindungan diri (APD), Vaksinasi gratis bagi pekerja dan anggota keluarga, obat-obatan dan vitamin, menjaga jarak, pemberlakuan shift kerja yang sistematis, serta pemenuhan upah penuh bagi pekerja yang dinyatakan positif covid dan harus menjalani karantina baik secara mandiri maupun di rumah sakit.

Hal ini menyebabkan para pekerja harus memenuhi segala kebutuhan kesehatannya secara mandiri, memaksa mereka bertanggungjawab seorang diri. Sehingga, kondisi kesehatan dan kondisi perekonomian para pekerja semakin memburuk, berada pada titik terendahnya. Industri tekstil, garmen, sepatu, dan kulit tercatat telah menjadi klaster penyebaran covid-19 yang massif. Belum lagi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak, pekerja dirumahkan yang tidak dibayar, serta hak-hak dasar para pekerja lainnya yang abai menjadi perhatian pemerintah.
Catatan merah terhadap kebijakan Pemerintahan Indonesia perlu direkonstruksi ulang. Absennya pemerintah dalam menghadirkan solusi yang terukur, sistematis, dan kontekstual dalam rangka memutus mata rantai penyebaran virus covid-19 menjadi urgensi yang mendesak. Khususnya terhadap pencegahan adanya PHK massal pada sektor buruh, kepastian upah pekerja di masa pandemi, perlindungan kesehatan dan keselamatan para pekerja.

LBH Rakyat Banten memandang, bahwa diterbitkannya Surat Edaran Menaker Nomor M/9/HK.04/VII/2021 Tentang Optimalisasi Penerapan Protokol Kesehatan di Tempat Kerja dan Penyediaan Perlengkapan Serta Sarana Kesehatan Bagi Pekerja/Buruh oleh Perusahaan Selama Pandemi, dan Surat Edaran Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tentang Perlindungan Pekerja/ Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penyebaran Covid-19, tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap para pekerja di Indonesia.

Pasalnya, produk Surat Edaran tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang memaksa khususnya kepada para pengusaha, poin-poin terkait pengupahan yang diarahkan agar terjadinya ruang-ruang diskusi secara bipatrit, faktanya kerapkali para pekerja tidak berada pada posisi tawar yang seimbang antara buruh dan pengusaha, tidak jarang para pengusaha mengambil keputusan sepihak dalam penentuan upah di masa pandemi bagi perusahaan yang perlu menyesuaikan tanpa melibatkan pekerja atau serikat pekerja, tidak adanya ukuran minimal dan maksimal mengenai pemotongan upah dalam kebijakan tersebut juga memberi kerugian bagi para pekerja.

Tidak adanya sanksi yang tegas juga bagi para pengusaha yang tidak mematuhi Surat Edaran Kemenaker terkait tanggungjawab untuk memenuhi fasilitas kesehatan dan keselamatan kerja, adalah bentuk nyata dari lemahnya produk kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

Oleh karena itu, pengaturan-pengaturan yang memiliki jaminan kepastian dan keadilan mengenai kewajiban-kewajiban dalam rangka pemenuhan hak dasar bagi para pekerja di tengah masa pandemi ini, merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, mengingat kehadiran Negara adalah bentuk manifestasi dari amanat pasal 27 ayat (2) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, senada dengan pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Komitmen Negara tersebut harus dilakukan, agar rakyat tidak mengalami ancaman yang lebih mengkhawatirkan dari gangguan kesehatan akibat pandemi, tidak lain dan bukan yakni tenggelamnya rakyat Indonesia dalam lautan kemiskinan yang sistemik.

 

Penulis : Songga Aurora Abadi Adalah aktivis di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten