Daerah

Mr Egi Hendrawan Soroti SP3 Kasus RSUD Tigaraksa

Avatar photo
×

Mr Egi Hendrawan Soroti SP3 Kasus RSUD Tigaraksa

Sebarkan artikel ini
Mr Egi Hendrawan Soroti SP3 Kasus RSUD Tigaraksa I PojokPublik
Keterangan foto: Koordinator Rumah Hukum Banten (RHB), Mr Egi Hendrawan, Minggu (10/8/2025)

Pojokpublik.id Tangerang – Koordinator Rumah Hukum Banten (RHB) Menyoroti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) No. 13.B/LHP/XVIII.SRG/05/2025 mengungkap adanya potensi pemborosan keuangan daerah sebesar Rp26,45 miliar dalam pembelian lahan RSUD Tigaraksa.

Temuan ini mencakup pembelian lahan yang melebihi kebutuhan studi kelayakan (FS 50.000 m²), pembelian tanah dengan status Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang telah kadaluarsa sejak 2014, serta adanya tumpang tindih dengan fasos atau fasum dan bangunan warga.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Rumah Hukum Banten (RHB), Mr Egi Hendrawan, Minggu (10/8/2025)

Sementara itu, kata Egi, Fakta lain yang terungkap adalah adanya pengembalian sebagian dana sebesar Rp32,82 miliar ke kas daerah, yang justru memperkuat dugaan adanya kekeliruan atau pelanggaran dalam proses pengadaan.

“Namun, hingga saat ini, tidak ada transparansi penuh dari Pemkab Tangerang terkait dokumen appraisal, peta bidang, maupun kontrak pembelian,” katanya

Dasar Hukum yang Relevan, masih kata Egi, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara, atau menyalahgunakan kewenangan, diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun.

Kemudian, Pasal 55 KUHP pertanggungjawaban pidana dapat melibatkan pihak yang turut serta atau membantu. PP No. 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara atau Daerah setiap penggunaan keuangan negara wajib didasarkan pada asas efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas. Permendagri No.19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah melarang pengadaan barang/jasa tanpa status kepemilikan yang jelas dan bebas sengketa.

Egi menuntut dan mendesak Kejaksaan Agung harus meninjau ulang penerbitan SP3 oleh Kejari Kabupaten Tangerang, karena terdapat bukti dan temuan audit BPK yang memenuhi kriteria novum untuk pembukaan kembali perkara.

Lebih lanjut, Egi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) wajib turun tangan melakukan audit investigatif dan penyelidikan atas indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam proses pembelian lahan.

Lalu, Sambung Egi, Pemkab Tangerang harus membuka seluruh dokumen pengadaan dan pengembalian dana untuk memastikan transparansi, sebagaimana diamanatkan oleh UU Keterbukaan Informasi Publik No. 14 Tahun 2008.

“BPK atau BPKP melakukan audit forensik lanjutan untuk memastikan tidak ada pihak yang diuntungkan secara tidak sah, sekaligus menilai kerugian negara secara pasti,” sambungnya

Ia menambahkan, Penghentian penyidikan tanpa penuntasan fakta hukum berpotensi menciderai rasa keadilan masyarakat dan bertentangan dengan asas kepastian hukum dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

“Pembangunan RSUD tidak boleh dibangun di atas praktik yang berpotensi melanggar hukum. Kesehatan rakyat harus berlandaskan integritas, bukan transaksi yang cacat prosedur,” pungkasnya