Daerah

Perawat di Tangerang Melaporkan Dua Dokter atas Dugaan Tindak Pidana Aborsi ke Polda Metro Jaya

David
×

Perawat di Tangerang Melaporkan Dua Dokter atas Dugaan Tindak Pidana Aborsi ke Polda Metro Jaya

Sebarkan artikel ini
Perawat di Tangerang Melaporkan Dua Dokter atas Dugaan Tindak Pidana Aborsi ke Polda Metro Jaya I PojokPublik
Ilustrasi

Pojokpublik.id Jakarta – Seorang perawat berinisial DSF resmi melaporkan dua dokter, yakni dr. BH, yang berpraktik di RS Premier Bintaro dan dr. JS, yang berpraktik di RSIA Asyifa Depok, atas dugaan tindak pidana aborsi. Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/8608/XI/2025/SPKT/Polda Metro Jaya.

Kuasa hukum korban, Irman Bunawolo, S.H., menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari hubungan pribadi yang terjalin antara korban dan dr. BH. Namun hubungan tersebut bukanlah hubungan yang setara. Sebagai dokter spesialis senior di rumah sakit tempat korban bekerja, dr. BH diduga memiliki otoritas profesional yang jauh lebih tinggi, sehingga menciptakan relasi kuasa yang timpang.

Dalam relasi yang tidak seimbang itu, keduanya sempat menjalin kedekatan hingga mengakibatkan korban hamil. Korban pada awalnya menyampaikan keinginannya untuk mempertahankan kehamilan tersebut.

Namun menurut keterangan korban, dr. BH diduga membujuk serta menekan korban agar segera melakukan aborsi, dengan menyampaikan bahwa kehamilan tersebut dapat mengancam karier dr. BH maupun posisi korban sebagai perawat.

“Ini bukan hubungan personal yang berdiri di atas posisi yang sama. Ada relasi kuasa yang timpang antara dokter senior dan perawat. Tekanan dan bujukan dalam kondisi seperti itu dapat sangat memengaruhi kemampuan korban mengambil keputusan secara bebas,” ujar Irman.

Irman menambahkan bahwa relasi kuasa tersebut diduga turut dimanfaatkan secara manipulatif oleh dr. BH untuk membangun kedekatan dengan korban, termasuk dengan janji-janji yang membuat korban merasa percaya serta sulit menolak permintaan terlapor.

Tidak berhenti di situ, menurut keterangan korban, dr. BH juga diduga menceritakan kondisi kehamilan korban kepada rekannya, dr. JS, tanpa persetujuan korban. Kemudian pada tanggal 13 April 2025 korban dibawa ke RSIA Asyifa Depok, tempat dr. JS diduga melakukan tindakan kuretase (aborsi).

Irman menjelaskan bahwa rangkaian dugaan tindakan tersebut mengarah pada hilangnya persetujuan bebas dari pihak korban. Dalam konteks hukum, persetujuan (informed consent) hanya dianggap sah apabila diberikan secara sukarela, tanpa tekanan, paksaan, manipulasi, maupun ancaman.

“Dengan kata lain,” jelas Irman, “tindakan aborsi itu diduga dilakukan tanpa persetujuan yang benar-benar bebas, dan juga tanpa adanya kondisi kedaruratan medis yang dapat membenarkan tindakan tersebut. Unsur ini merupakan pembeda utama antara tindakan medis yang sah secara hukum dengan aborsi yang berpotensi melanggar ketentuan pidana.”

“Kasus ini bukan sekadar persoalan etik atau moral, tetapi menyangkut dugaan tindak pidana serius. Korban diduga berada dalam tekanan psikologis dan relasi kuasa yang tidak setara sehingga tidak memiliki ruang untuk menolak,” tegasnya.

Menurut tim hukum korban, dr. BH berperan sebagai pihak yang membujuk, menekan, dan membawa korban, sementara dr. JS merupakan pihak yang melakukan tindakan medis berupa kuretase. Peran keduanya dinilai saling berkaitan sebagaimana diuraikan dalam laporan polisi.

Selain laporan pidana ke Polda Metro Jaya, tim hukum korban juga telah mengajukan laporan etik ke organisasi profesi kedokteran terkait. Namun Irman menegaskan bahwa proses etik berjalan terpisah dari proses pidana, dan laporan ke polisi tetap berfokus pada dugaan perbuatan melanggar hukum terkait aborsi tanpa indikasi medis yang sah.

Saat ini, Polda Metro Jaya sedang mendalami laporan tersebut. Tim kuasa hukum berharap penyelidikan berjalan profesional, objektif, dan memberikan perlindungan penuh kepada korban.

“Kasus ini harus menjadi alarm bahwa tidak boleh ada lagi praktik pemaksaan atau manipulasi oleh tenaga kesehatan terhadap pasien maupun rekan kerja. Penegakan hukum harus berjalan tegas dan transparan,” tutup Irman.