Pojokpublik.id Lebak – Adanya tudingan dugaan pungutan liar (Pungli) di SDN 3 Sukarame, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, Banten, yang dimuat di sejumlah media online, akhirnya diluruskan oleh Kepala Sekolah (Kepsek) Dwi Nia Wulansari, ketika di temui tim pengurus inti Forum Wartawan Solid (FWS) pada Rabu 24 Desember 2025.
Pertemuan tersebut sebagai agenda wawancara khusus dengan Kepala Sekolah, Guru Kelas 4 Ibu Abay dan ibu Sa’adah selaku guru Kelas 1, serta sejumlah wali murid untuk melakukan konfirmasi terkait kebenaran isu pungli terhadap seluruh wali murid kelas 1 yang beredar.
Kepala Sekolah, Dwi Nia Wulansari menyampaikan bahwa isu Pungutan Liar sebesar Rp15 ribu bukan kemauan sekolah dan bahkan tidak dilibatkan dalam musyawarah kesepakatan adanya iuran untuk kebersihan di sekolah.
“Pihak sekolah belum pernah dilibatkan musyawarah soal iuran Rp 15000 itu karena itu murni inisiatif wali murid serta hasil musyawarah yang disepakati wali murid,” ujar Dwi, saat ditemui di ruang kerjanya.
Menurutnya, dengan adanya dugaan pungutan liar tentu pihaknya harus melihat dari dua sisi, pertama kita tampung hasil temuan kawan-kawan media dan kami juga melakukan penelusuran di sekolah.
“Alhamdulillah ketika kita telusuri ternyata yang di diduga pungutan itu bukanlah Pungli, akan tetapi pembayaran iuran yang sebelumnya wali murid telah musyawarah dan menyetujuinya.” katanya
Menurut keterangan sejumlah wali murid, sambung Dwi, Iuran yang Rp10 ribu untuk mewakili bersih-bersih saat jadwal piket anaknya, dan yang Rp5 ribu mereka dijadikan uang kas untuk kepentingan sosial. Seperti jika ada wali murid yang sakit, kena musibah dan lain sebagainya, dan terus terang kami tidak mengetahui dan kami tidak dilibatkan ataupun kami juga tidak ikut campur.
“Karena, ya memang itu kan hak mereka yang memiliki inisiatif seperti itu yang mana menurut mereka untuk kebaikan dan kebersamaan orang tua murid. Ditambah, saya sebagai Kepala Sekolah disini kan baru pak (sebut wartawan-Red),” sambungnya
Dwi menegaskan kembali bahwa adanya dugaan pungutan liar (Pungli) di SDN 3 Sukarame tidak benar dan itu hanya miskomunikasi.
“Saya kira itu hanya ada miskomunikasi. Dan kami pihak sekolah sudah menjelaskan kepada rekan media yang waktu itu mengunjungi ke sekolah kami. Dan tentu kami juga berterimakasih kepada rekan media yang sudah berkunjung karena saya anggap itu bagian dari kepedulian insan pers dalam melakukan kontrol bagaimana kondisi di sekolah kami.” ucap Dwi menjelaskan.
Ditambahkan Dwi, untuk pungutan itu tidak ada, dan itu adalah inisiatif semua wali murid melalui musyawarah dan disepakati. Bahkan, kata dia, pihak sekolah sebelumnya sudah melarang, sudah menegur, tapi wali murid tetap melakukannya karena mereka (wali murid) itu adalah kesepakatan yang tidak melibatkan pihak sekolah dan itu hak wali murid membuat gagasan.
“Kami sebagai pihak sekolah tentu terus menerus berupaya melakukan yang terbaik dalam mengabdi untuk bangsa dan negara khususnya terhadap daerah Kabupaten Lebak yang kami cintai agar bagaimana murid di SDN 3 Sukarame meskipun baru Sekolah Dasar, tapi anak-anak mulai di ajarkan kemandirian, menjaga kebersihan dan bahkan kedepan akan perlahan kita akan gelar kegiatan untuk praktek shalat sunah dzuha, shalat dzuhur dan hal positif lainnya. Agar, apa yang dilakukan disekolah bisa menjadi kebiasaan juga dilakukan dirumah.” bebernya
Dwi menuturkan, meski dengan banyak keterbatasan jika melihat bangunan yang sudah rapuh, tembok retak-retak bahkan khawatir roboh, namun tidak mengurangi pihak sekolah dalam melaksanakan tupoksi sebagai pengajar.
“Dan ini bagi kami adalah pengabdian dan salah satu upaya untuk terus memberikan kebermanfaatan bagi generasi bangsa, khususnya di Kabupaten Lebak,” imbuhnya
Dwi berharap semua pihak, baik wartawan dan Lembaga lainnya bisa bersinergi bersama-sama mendukung agar pendidikan di Kabupaten Lebak semakin meningkat dan lebih baik, khususnya dalam pembangunan sekolah, seperti yang saat ini kami khawatirkan dan sangat sedih jika melihat kondisi ruang KBM di SDN 3 Sukarame sangat memprihatinkan serta mengkhawatirkan.
“Mari kita bersama -sama mendukung dunia pendidikan agar semakin meningkat. Semua yang kami lakukan tidak lain untuk generasi bangsa kita kedepan, anak-anak kita semua kedepan agar dapat belajar nyaman dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagi orang tua, bangsa dan negara,” pungkas Kepsek.
Sementara itu, salah satu wali murid yang juga hadir dalam sesi wawancara khusus itu membenarkan bahwa iuran Rp15 ribu adalah hasil kesepakatan bersama melalui musyawarah semua wali murid khususnya di Kelas 1.
“Benar pak (sebut-wartawan), karena wali murid merasa ada kesibukan yang lain yang harus dikerjakan, maka kami selaku wali murid melakukan musyawarah kesepakatan untuk melakukan iuran, dan memang kami tidak melibatkan pihak sekolah karena ini kan inisiatif kami sendiri sebagai wali murid.” kata Hilda Farida, salah satu wali murid di SDN 3 Sukarame.
Benar, tambah Hilda, kami pernah ditegur dan bahkan sering diberi teguran, karena ini tidak ada sangkut paut dengan anggaran sekolah, dan ini murni kesepakatan kami kenapa dilarang. Kan bayar pakai uang dan kami juga bayar kepada wali murid yang memang ada waktu luang dan bisa menggantikan wali murid lainnya yang pada waktunya mendapatkan giliran anaknya tugas melakukan bersih-bersih.
“Jadi, saya pastikan tidak ada paksaan, tidak yang yang keberatan karena hasil musyawarah dan sekali lagi kami tidak melibatkan pihak sekolah siapapun itu, ini murni hasil kesepakatan kami. Rp 10 ribu untuk iuran yang menggantikan bersih-bersih, Rp 5 Ribu rupiah untuk uang kas sosial jika ada yang terkena sakit atau musibah lainnya,” tambahnya menjelaskan
Senada, Siti Fatmawati juga membenarkan bahwa dirinya bersama wali murid lainnya tidak pernah melibatkan pihak sekolah. Artinya, ini tidak bisa dikatakan pungutan liar, tapi menurut kami ini adalah iuran yang disetujui melalui proses musyawarah tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
“Kami memiliki hak untuk menginisiasi hal tersebut. Pertama, kami menyadari bahwa wali murid ada juga yang memang banyak kerjaannya di luar sekolah atau urusan internal lainnya. Untuk itu, kami inisiatif untuk iuran Rp 10 ribu untuk memberikan penghargaan kepada wali murid yang memang siap mengerjkan. Jadi, semuanya tidak ada paksaan dan kami tidak ada urusan dengan sekolah soal iuran ini, hanya saja memang sekolah sering melarang kami mungkin khawatir ada pandangan lain.
“Tapi, kami punya hak meminta kebijakan untuk kegiatan kebersihan itu, karena anak kami masih btuh pembelajaran. Intinya, justru menurut saya pribadi ini adalah bentuk kebersamaan wali murid dan gagasan kepedulian, karena dari uang kas Rp5 ribu itukan untuk sosial, untuk membantu wali murid ketika kena musibah atau sakit atau yang lainnya yang bersifat urgen. Ini kan baik dan mempererat silaturahmi dan ikatan persaudaraan,” imbuhnya













