Pojokpublik.id Jakarta – Jelang lengser pada tahun 1998, pemerintahan Soeharto digoyang dari internal pemerintahanya sendiri t Tapi nama yang paling mecuat yakni Menteri Penerangan Harmoko.
Pada waktu itu selain Menteri Penerangan Harnoko juga menjabat Ketua Umum Golkar, jadi dia cukup punya power.
Ada kesedihan diakhir masa jabatan presiden ke-2 Indonesia ini, lantaran penghianatan dari sejumlah orang dekatnya. Padahal saat itu putri Soeahrto, Siti Indra Lukmana atau kerap dipanggil Tutut relah meminta agar bapaknya tak mencalonkan lagi sebagai presiden pada tahun 1998 sebelum lengser, tapi buntutnya dia dijebak.
Saat itu ormas sayap Golkar sampai KNPI mash ngotot menginginkan Soeharto menjabat padahal dirinya sempat berobat ke Jerman.
Mantan presiden paling lama berkuasa ini sebernarnya berencana untuk mundur, maka dipanggilah Harmoko dan dua wakil ABRI Faisal Tanjung sebagai panglima dan Yogi S Memed sebagai Menteri Dalam Negeri mewaku birokrat. Tujuan Sieharto untuk menanyakan da menyuruh untuk lakuka survei apakah dia masih layak mencalonkan diri sebagai presiden atau rakyat sudah tak menghendaki khususnya mahasiswa.
Maka saat itu Harmoko.menyampaikan berita palsu dia mengatakan pada Soeharto bahwa dia masih diinginkan publik.
Akhirnya, terjiadilah demo besar-besaran yang kita kenal dengan Reformasi yang memaksa Soeharto mundur. Dan saat itu Soegerto pernah berpesan pada BJ Habibie wakilnya jika dia mundur maka wakilnya itu harus sama-sama mundur.
Akan tetapi anehnya, BJ Habibie tak ikut mundur. Awal inilah sehingga kerenggangan terjadi diantara hubungan mereka berduA. Sampai tutup usia pun Soeharto tak mau bertemu dengan BJ Habibie.
Kalau ingat Jakarta mencekam, ribuan mahasiswa berdemo dan merebut gedung DPR/MPR, Sabtu, 18 Mei 1998. Aksi merebut gedung dewan itu merupakan puncak dari serangkaian aksi di sejumlah kota besar. Tuntutan utama mereka sama: Soeharto mundur.
8Dalam menyikapi situasi seperti tersebut Harmoko, pada 18 Mei 1998 iatas, pimpinan dewan, baik ketua maupun wakil-wakil ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana membujuk sebaiknya diri sendiri.
Ketika itu, ia didampingi pimpinan parlemen lainnya, yaitu Ismail Hasan Metareum, Abdul Gafur, Fatimah Achmad, dan Syarwan Hamid. Akhirnya untuk menjaga kondusifitas keamana nasional Soharto pun menyerhkan tampuk keuasaannya pada BJ Habibie
Tak bisa dibayangkan, Harmoko yang dibesarkan Soeharto tak pernah membesuk saat dirinya sakit. Hanya ada 1 orang anak buah Pak Harto yang menemani dirumah sakit yakni Saadilah Mursyid.
Alih-alih keretakan dan penghianatan terjadi pada waktu Soeharto ini membentuk kabinet reformasi tapi gampir 20 menteri mebolak ikut dengannya boleh dikata dia dikhianati oleh orang-orang yang sudah dibesarkan Soehaeto. Menteri tersebut ada Ginanjar Kartasasmita,, Agung Laksono dan lainnya.
Hanya ada 3 menteri yang bertahan bersama Soeharto yakni Bob Hasan, Tanri Abeng dan Yogi SM. Yang lainya tak lagi bersama Soeharto
Drama politik Soeharto lun dialami Donald Trump pada akhir masa jabatannya yang pertama, hampir 20 menteri dan pejabat tinggi dan lainnya menghianatinya. Diantaranya Mark Esper (Menteri Pertahanan), Bill Barr (Jaksa Agung), Mike Pompeo (Menteri Luar Negeri), Christian Krebs (Direktur CISA), Christoper Wray (Direktur FBI), sampai Wakilnya Mike Pence yang disuap oleh Nancy Pelosi dari parta Demokrat dengan berlian agar tak menolak hasil electoral college 2020.
Bukan itu saja hampir sebagai orang-orang dari agen intelejen Amerika CIA ikut berkhianat bahkan ada Gubernur dari Partai Republik yang berkihianat pada Trump diantaranya Georgia Brian Kemp dan Gubernur Arizona Doug Ducey.
Dan semua menterinya di periode pertama tak ada yang direkrutnya pada periode ke dua. Senuanya orang-orang baru muslkan Marco Rubio (Menteri Luar Negeri), Kristi Noem Menteri Dalam Negeri), Robert Kennedy (Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan), Pete Hegseth (Menteri Pertahanan), Scott Bessent (Menteri Keuangan), Pam Bondi (Jaksa Agung) dan Tom Homan (Kepala Pengawasan Perbatasan).
Ditulis Oleh Oleh : Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies DR jerry Massie PhD